PRANALA.CO, Samarinda – Tingkat kemiskinan di Kalimantan Timur (Kaltim) pada September 2024 tercatat sebesar 5,51 persen, mengalami penurunan 0,27 persen poin dibandingkan Maret 2024. Penurunan ini menjadikan Kaltim sebagai salah satu dari 18 provinsi di Indonesia yang berhasil mencatatkan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata nasional.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, Yusniar Juliana, menyampaikan dalam konferensi pers yang digelar Rabu (15/1/2025), bahwa angka kemiskinan Kaltim berada di bawah rata-rata nasional yang tercatat sebesar 8,57 persen.
“Jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional, Kaltim memiliki capaian yang lebih baik. Angka ini menunjukkan bahwa berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di provinsi ini telah memberikan hasil positif,” ujar Yusniar.
Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Kaltim pada September 2024 mencapai 211,88 ribu orang. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 9,5 ribu orang dibandingkan periode sebelumnya pada Maret 2024.
Dalam skala nasional, Kaltim berada di peringkat ke-9 sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah di Indonesia. Posisi terendah ditempati Bali dengan tingkat kemiskinan sebesar 3,80 persen, sementara Papua Pegunungan mencatatkan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, yakni 29,66 persen.
Meskipun menunjukkan penurunan, Yusniar menegaskan bahwa tantangan besar masih ada di Kaltim, khususnya terkait disparitas kemiskinan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
“Dari total tingkat kemiskinan 5,51 persen, penduduk miskin di wilayah perkotaan tercatat sebesar 4,41 persen. Namun, angka tersebut jauh lebih tinggi di wilayah pedesaan, yaitu mencapai 8,00 persen,” ungkapnya.
Garis Kemiskinan dan Faktor Pemicu
BPS mencatat Garis Kemiskinan (GK) di Kaltim pada September 2024 sebesar Rp 853.997 per kapita per bulan. Komposisi Garis Kemiskinan Makanan menyumbang 70,74 persen dari total garis kemiskinan, yakni sebesar Rp 604.133, sementara sisanya Rp 249.864 berasal dari kebutuhan non-makanan.
Komoditas utama yang memengaruhi garis kemiskinan di Kaltim adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Sementara untuk kebutuhan non-makanan, perumahan, bensin, dan listrik menjadi tiga komoditas terbesar yang memengaruhi pengeluaran masyarakat miskin.
“Komoditas ini menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat miskin di Kaltim masih banyak dipengaruhi oleh kebutuhan dasar, baik pangan maupun non-pangan. Ini menjadi perhatian penting dalam merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan ke depan,” kata Yusniar.
BPS juga mencatat bahwa pada periode ini, rata-rata rumah tangga miskin di Kaltim memiliki 5,32 anggota keluarga. Dengan demikian, rata-rata Garis Kemiskinan per rumah tangga di provinsi ini mencapai Rp 4.543.264 per bulan.
Yusniar menambahkan, pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan di wilayah Kaltim. Fokus utama harus diarahkan pada pengurangan disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan agar pembangunan ekonomi dapat dirasakan secara merata.
“Kami mengimbau semua pihak untuk terus berperan aktif dalam mengurangi angka kemiskinan, khususnya di pedesaan. Program-program yang berbasis pemberdayaan masyarakat harus ditingkatkan agar masyarakat miskin dapat mandiri dan keluar dari jerat kemiskinan,” tutupnya. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post