JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas peristiwa yang menimpa perusahaan dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengakui bahwa kasus ini merupakan ujian besar bagi Pertamina.
“Saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Ini adalah peristiwa yang memukul kita semua, menyedihkan juga bagi kami,” ujar Simon dalam konferensi pers di Gedung Pertamina, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Simon menegaskan bahwa Pertamina sangat mengapresiasi langkah hukum yang diambil oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan pelanggaran dalam tata kelola impor minyak oleh anak usaha Pertamina.
Perusahaan berkomitmen untuk mendukung upaya penegakan hukum dengan menyediakan data serta keterangan yang dibutuhkan agar proses penyelidikan dapat berjalan sesuai ketentuan.
Ia juga mengakui bahwa kejadian ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Namun, Pertamina berkomitmen untuk terus menghadirkan produk bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas terbaik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Terkait kekhawatiran masyarakat atas kualitas BBM yang dijual di SPBU Pertamina, Simon menyebut bahwa Lemigas telah melakukan uji laboratorium terhadap 75 sampel bensin dari berbagai tingkatan RON. Sampel tersebut diambil dari Terminal BBM Pertamina Plumpang serta 33 SPBU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan.
“Setelah melalui uji laboratorium, hasilnya menunjukkan bahwa kualitas BBM Pertamina telah sesuai dengan standar spesifikasi yang disyaratkan Ditjen Migas,” ungkap Simon.
Simon menegaskan bahwa Pertamina akan meningkatkan transparansi dalam tata kelola ekspor dan impor minyak mentah serta BBM. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi dampak negatif terhadap keuangan perusahaan maupun negara.
“Dengan kejadian ini, kami akan semakin meningkatkan transparansi dan tata kelola yang baik,” ujarnya.
Sebagai langkah awal, Pertamina akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses bisnis yang selama ini berjalan. Temuan-temuan dari Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang akan menjadi fokus utama perbaikan ke depan.
“Agar pengelolaan ini tidak memberikan dampak negatif terhadap perusahaan maupun keuangan negara,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Utama Pertamina, Wiko Migantoro, menekankan bahwa seluruh sektor di Pertamina tengah berupaya meningkatkan swasembada energi nasional, baik dari sektor hulu migas maupun hilir.
“Di sektor hulu, kami terus berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas nasional dengan tujuan mengurangi ketergantungan terhadap impor crude (minyak mentah),” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah turut mendukung agar minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri dapat diolah langsung di kilang milik Pertamina.
“Kami telah melakukan pemutakhiran kilang agar dapat mengolah minyak mentah dalam negeri dengan lebih efisien. Saat ini, kilang kami beroperasi dengan cukup baik, sehingga mampu menghasilkan produk dengan nilai lebih tinggi,” jelasnya.
Pernyataan Simon dan Wiko ini muncul setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama periode 2018-2023.
Menurut Kejaksaan Agung, para tersangka dalam kasus ini diduga sengaja menurunkan produksi kilang dan menolak produksi minyak mentah dalam negeri KKKS.
Akibatnya, PT Kilang Pertamina Internasional terpaksa mengimpor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga minyak dalam negeri.
Dalam pengadaan produk kilang, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, diduga melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92, padahal yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 atau yang lebih rendah.
RON 90 tersebut kemudian di-blending di storage atau depo agar sesuai dengan spesifikasi RON 92. Padahal, praktik ini tidak diperbolehkan dan berpotensi merugikan negara.
Modus tersebut memicu kekhawatiran masyarakat mengenai kualitas BBM RON 92 (Pertamax) yang dijual di SPBU Pertamina. Untuk menjawab keresahan tersebut, Lemigas melakukan uji sampel terhadap BBM yang dijual di sejumlah SPBU dan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang, dengan hasil yang menyatakan seluruh sampel memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post