PRANALA.CO, Samarinda – Ancaman banjir di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) semakin mengkhawatirkan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda mengungkap bahwa salah satu penyebab utamanya adalah aktivitas penambangan ilegal yang menyerobot kawasan hutan konservasi milik Universitas Mulawarman (Unmul).
Penambangan tanpa izin tersebut merambah sekitar 3,2 hektare lahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklathut Fakultas Kehutanan Unmul, sebuah kawasan yang sejak lama dikenal sebagai laboratorium alam dan zona penyangga bagi wilayah Samarinda Utara.
Menurut Analis Kebencanaan BPBD Kota Samarinda, Hamzah Umar, kawasan KHDTK memiliki peran vital dalam menampung dan menyerap air hujan, sehingga berfungsi sebagai daerah resapan yang mencegah banjir. Namun kini, fungsinya terganggu akibat aktivitas tambang ilegal yang makin meluas.
“Justru itu penyumbang utama banjir di Samarinda. Kawasan yang dulu menjadi Kebun Raya sekarang kehilangan kemampuannya menampung air karena digarap tambang ilegal,” tegas Hamzah.
Dampak dari kerusakan lingkungan ini sudah dirasakan langsung warga di beberapa wilayah seperti Kelurahan Tanah Merah, Lempake, hingga Bukit Pinang. Daerah-daerah tersebut mengalami peningkatan risiko banjir dan erosi yang parah, terutama saat hujan deras melanda.
Hamzah juga menyoroti buruknya pengelolaan lingkungan di lokasi penambangan. Tanpa kolam retensi dan sistem pengendapan lumpur, air hujan yang membawa material tambang langsung mengalir deras ke permukiman.
“Air bercampur lumpur itu menerjang rumah warga. Ini bukan sekadar banjir biasa—ini banjir yang mengandung ancaman limbah dan kerusakan lebih luas,” jelasnya.
Di sisi lain, pihak Unmul Samarinda juga tidak tinggal diam. Melalui Kepala Laboratorium Alam KHDTK, Rustam Fahmy, pihak kampus telah mengajukan surat gugatan kepada Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan, Seksi Wilayah II Samarinda, menuntut penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.
Rustam menyatakan bahwa aktivitas penyerobotan telah terdeteksi sejak lama dan berlangsung secara bertahap. Bahkan, penambangan di wilayah KHDTK telah menyebabkan longsor karena kontur tanah yang rusak dan bekas galian tambang yang menjulang puluhan meter.
“Hutan pendidikan ini seharusnya jadi tempat konservasi, riset, dan pembelajaran. Tapi sekarang justru rusak dan berbahaya,” ujar Rustam menukil Antara.
KHDTK Diklathut Fakultas Kehutanan Unmul sendiri merupakan kawasan hutan seluas sekitar 299 hektare yang ditetapkan sejak tahun 1974 sebagai pusat pendidikan lingkungan dan konservasi. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post