Bontang, PRANALA.CO – Di sebuah rumah sederhana di Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kota Bontang, Kaltim suasana senyap menggantung. Tak ada lagi suara ibu memanggil anak-anaknya. Tak ada aroma masakan dari dapur yang biasa mengepul setiap pagi. Sejak medio Maret lalu, rumah itu kehilangan sosok sentralnya: EHD (46), seorang ibu rumah tangga yang kini mendekam di tahanan akibat kasus peredaran narkoba jenis sabu seberat 72,83 gram.
Penangkapan EHD pada 18 Maret 2025 oleh Satresnarkoba Polres Bontang bukan hanya mengguncang hukum, tapi juga menghancurkan keseimbangan hidup keluarganya. Dengan barang bukti sabu, plastik klip, sedotan runcing, dan ponsel yang diamankan, EHD terancam hukuman hingga 20 tahun penjara.
Namun di balik proses hukum yang berjalan, tiga anaknya kini berjuang menghadapi kenyataan yang lebih pahit: kehilangan ibu, putus sekolah, dan ketidakpastian masa depan.
“Anak pertamanya sebenarnya sedang kuliah di Universitas Mulawarman. Tapi sekarang dia cuti, karena harus membiayai dua adiknya yang lebih kecil,” ujar Kepala BNN Kota Bontang, Lulyana Ramdhani, Selasa (15/4/2025), saat mendampingi kunjungan program Tengok Tetangga ke kediaman keluarga EHD.
Kunjungan itu melibatkan Pemkot Bontang, pihak kelurahan, dan ketua RT setempat. Tujuannya bukan sekadar formalitas, tapi bentuk empati dan pencarian solusi atas dampak sosial yang ditinggalkan kasus ini.
Potret Ketahanan yang Rapuh
Di usia muda, anak pertama EHD kini menjadi tulang punggung keluarga. Tak hanya menggantikan peran ibu, tetapi juga berupaya memenuhi kebutuhan dasar adik-adiknya. Sayangnya, anak kedua dan ketiga yang masih duduk di bangku sekolah memilih berhenti. Tekanan ekonomi dan beban psikologis membuat mereka kehilangan motivasi.
“Mereka terancam masuk kategori kemiskinan ekstrem baru jika tidak ada intervensi cepat,” jelas Lulyana.
Lebih memilukan, sang ayah juga telah pergi meninggalkan rumah. Kini, mereka hidup tanpa pendamping orangtua, tanpa jaminan pendapatan tetap, dan tanpa ruang untuk bermimpi seperti remaja lainnya.
Meski demikian, asa belum sepenuhnya padam. Menurut Lulyana, anak sulung EHD masih menyimpan semangat untuk kembali kuliah jika ada dukungan.
Butuh Lebih dari Sekadar Simpati
BNN Kota Bontang menegaskan bahwa penanganan kasus narkotika tak bisa berhenti pada penindakan hukum semata. “Kami butuh pendekatan menyeluruh. Lingkungan yang ditinggalkan oleh pelaku harus dijaga agar tidak menjadi korban berikutnya,” katanya.
Program Tengok Tetangga dan Satgas Narkoba kini diperluas fungsinya untuk mencakup pendampingan sosial, dukungan psikologis, dan advokasi beasiswa bagi anak-anak korban dampak narkoba.
“Kalau tidak cepat ditangani, bisa saja mereka putus asa dan terjebak di lingkaran yang sama,” tegas Lulyana.
Kasus EHD menjadi pengingat bahwa narkoba bukan hanya merusak individu, tapi juga meretakkan fondasi sebuah keluarga. Di Bontang, kisah ini mungkin hanya satu dari sekian banyak. Namun dengan intervensi yang tepat, masih ada harapan untuk mengubah jalan hidup anak-anak yang tak seharusnya menanggung kesalahan orangtuanya. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post