Samarinda, PRANALA.CO – Gaji yang tak kunjung dibayar ternyata hanya puncak gunung es dari masalah yang dialami para karyawan di Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda. Di balik dinding rumah sakit yang seharusnya jadi tempat penyembuhan, justru tersembunyi cerita pilu para tenaga kesehatan yang selama ini memilih diam.
Namun, diam mereka akhirnya pecah. Rabu, 16 April 2025, puluhan karyawan RSHD Samarinda bergerak. Mereka tak hanya mendatangi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda, tapi juga ke Disnakertrans Kaltim dan DPRD Kaltim. Aspirasi mereka disampaikan lantang. Bukan cuma soal gaji yang belum dibayar sejak Februari 2025, tapi juga tentang berlapis-lapis kebijakan yang mereka anggap janggal dan merugikan.
“Saya disuruh menyerahkan ijazah asli saat mulai kerja. Kalau hilang atau terbakar, siapa tanggung jawab? Nggak pernah ada penjelasan,” kata salah satu karyawan yang meminta namanya disamarkan. Proses pengembalian ijazah pun disebut berbelit-belit saat karyawan resign. Ada yang bahkan menunggu hingga tiga bulan hanya untuk mendapatkan kembali dokumen pendidikannya.
Cerita lain datang dari karyawan yang tak pernah mendapat salinan kontrak kerja. “Saya tanda tangan, tapi nggak pernah dikasih salinannya. Saya bahkan nggak tahu isi kontrak saya sendiri,” katanya. Ia bukan satu-satunya. Ada pula yang mengeluhkan tak bisa meminta slip gaji karena alasan aneh: takut dijadikan bukti ke Disnaker.
Ironisnya, potongan-potongan dari gaji tetap berlaku meski gaji sendiri belum turun. Seperti potongan Rp100 ribu bagi yang datang terlambat. Tanpa penjelasan, tanpa transparansi, tanpa diskusi. “Kami nggak pernah dikasih data soal keterlambatan kami. Tiba-tiba dipotong saja,” kata seorang karyawan lainnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa karyawan mengaku gajinya tetap dipotong untuk BPJS, padahal mereka tak terdaftar sebagai peserta. “Kami cuma mau tahu, apakah benar dipotong? Apakah benar dibayarkan ke BPJS? Tapi slip gaji pun kami nggak bisa minta,” keluh seorang tenaga kesehatan dari unit farmasi.
Dan itu belum semuanya. Beberapa karyawan menyebut, saat mereka menyuarakan haknya lewat jalur resmi, justru dibalas dengan intimidasi: surat peringatan, mutasi ke unit lain, atau diperlakukan berbeda oleh manajemen. Situasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa masalah di internal RSHD sudah kronis.
Uniknya, saat para karyawan mengadu ke DPRD Kaltim, mereka tak datang sendiri. Mereka juga menyuarakan keluhan dari para dokter spesialis yang konon sudah setahun tak dibayar. Dalam pertemuan itu, mereka diterima langsung Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra.
RSHD seolah memilih bungkam. Didekati berkali-kali oleh awak media, sejak sebulan lalu, tak ada satu pun pernyataan resmi yang keluar dari manajemen. Nama GM RSHD, Sulikah, juga santer disebut dalam berbagai keluhan, tapi belum ada klarifikasi.
Jika benar semua yang disampaikan para karyawan, maka RSHD bukan hanya menunggak gaji, tapi juga menunggak tanggung jawab moral dan etika sebagai institusi kesehatan. Dan jika masalah ini terus didiamkan, bisa jadi yang sakit bukan cuma pasien. Tapi juga sistem dan orang-orang yang seharusnya jadi penyembuh. (*)
Kejanggalan Kebijakan Manajemen RSHD
- Ijazah karyawan ditahan. Hal ini berdampak buruk bagi karyawan yang memutuskan risen, karena membatasi mereka saat mencari pekerjaan lain. Kasus ini pernah terjadi di RSHD pada 2023 saat gelombang resign masal terjadi lantaran gaji mereka tertunggak. Ketika resign, proses pengembalian ijazah asli dipersulit dan tidak langsung diberikan. Bahkan harus memakan waktu hingga 3 bulan.
- Gaji dipotong sebesar Rp 1 juta untuk biaya jahit seragam kerja. Kebijakan ini diberlakukan kepada karyawan yang resign dengan syarat seragam kerja dikembalikan. Kasus ini pernah terjadi di RSHD pada 2023 saat gelombang resign masal terjadi lantaran gaji mereka tertunggak.
- Karyawan yang memutuskan resign, diminta membuat surat sesuai tanggal rencana pengunduran diri. Namun, saat surat tersebut diserahkan, karyawan justru diminta untuk tidak lagi bekerja besok.
- Sebagian karyawan tidak pernah diberikan salinan kontrak kerja. Sebagian lainnya tidak memiliki kontrak kerja.
- Karyawan tidak diperkenankan meminta slip gaji untuk melihat detail gaji dan pemotongan untuk iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
- Sebagian karyawan tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Namun gaji mereka diduga tetap dipotong untuk iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
- Karyawan dikenakan potongan gaji Rp 100 ribu jika terlambat. Namun kebijakan diduga tidak dalam dalam kesepakatan kontrak kerja yang ditandatangi karyawan. Celakanya, saat gaji karyawan tertunggak, kebijakan pemotongan gaji karena terlambat tersebut masih berlaku. Karyawan yang dituding terlambat masuk kerja, tidak pernah diberikan penjelasan konkret mengenai hari, tanggal, dan waktu keterlambatan.
- Karyawan yang melakukan pengaduan ke Disnaker Samarinda dan Disnakertrans Kaltim diberikan Surat Peringatan (SP) dan dipindahtugaskan ke unit lain.
SUMBER: Karyawan dan mantan karyawan RSHD Samarinda
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post