BONTANG, Pranala.co – Namanya manis, rasanya juga manis. Tapi bukan untuk diminum. Program ini justru disajikan untuk dipikirkan—oleh siswa, guru, dan orang tua. Namanya: Kopi Manis, singkatan dari Konsultasi Peminatan Masa Depan Siswa. Sebuah program yang lahir dari ruang BK SMPN 1 Bontang.
Setiap awal semester ganjil di kelas 9, siswa-siswa di sekolah ini duduk bersama guru Bimbingan Konseling mereka. Bukan untuk dimarahi. Tapi untuk dituntun. Pelan-pelan, dari data, minat, hingga kenyataan. Termasuk kenyataan pahit: nilai.
Guru BK-nya, Heri Siswoko, menjelaskan bahwa program ini adalah bagian dari usaha serius sekolah agar siswa tidak memilih jalur studi atau sekolah lanjutan hanya karena “ikut-ikutan” teman atau euforia sesaat.
“Anak-anak kita ajak bicara dari hati ke hati. Kita libatkan juga orang tuanya. Karena keputusan masa depan tidak bisa diambil sendirian,” ujar Heri, Selasa (13/5/2025).
Langkah awalnya sederhana namun krusial. Para siswa diminta mengisi lembar peminatan. Bukan asal isi. Mereka harus berdiskusi dengan orang tua terlebih dahulu. Harus tahu, apa mimpinya, dan bagaimana mencapainya. Lembar itu juga memuat data nilai rerata 10 mata pelajaran selama empat semester, serta tren nilai PPDB SMA/SMK se-Bontang tiga tahun terakhir.
Kemudian, guru BK turun tangan: memberikan penguatan. Bukan hanya motivasi kosong, tapi data konkret. “Kita berikan informasi lengkap soal SMA/SMK, mulai dari jurusan, syarat masuk, jalur penerimaan, hingga kuotanya,” kata Heri.
Yang menarik, setelah semester 5 berakhir, tahapan bimbingan mulai difokuskan secara personal. Satu hari lima anak. Kadang lebih. Mereka datang membawa ‘lembar peminatan’ yang sudah fix. Guru hanya tinggal membaca data—dan membaca potensi.
“Dari situ kami beri gambaran tiga warna: hijau artinya peluang tinggi, kuning harus siapkan strategi, dan merah berarti perlu alternatif,” jelas Heri. Jelas, logis, tidak menghakimi.
Dan seperti secangkir kopi manis yang dinikmati sore hari, hasil bimbingan ini tidak berhenti di ruang guru BK. Siswa diminta membawa hasil itu pulang, untuk diseduh bersama orang tua mereka. Dibicarakan. Dipikirkan.
Program ini memang sederhana. Tapi dampaknya dalam. Ia tidak hanya memetakan masa depan anak, tapi juga memperkuat komunikasi di dalam keluarga.
Jika semua sekolah punya program seperti ini, mungkin tak banyak anak yang “tersesat” jurusan. Dan tak perlu pula banyak orang tua yang menyesal di kemudian hari karena ikut-ikutan menekan anaknya ambil jalur yang bukan miliknya.
Manis, bukan? Ya. Karena masa depan anak memang layak disiapkan dengan cara yang manis. [ZIZ]
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
1 bulan lalu
[…] KRI Bontang-907, di bawah komando Letkol Laut (P) Lexy Effraim Dumais, sedang berpatroli rutin di bawah kendali operasi Gugus Keamanan Laut (Guskamla) Koarmada I. Patroli yang biasanya berjalan tanpa insiden tiba-tiba berubah jadi operasi penindakan. […]