Harga Cabai dan Bawang Turun, Kaltim Catat Deflasi Mei 2025

Suriadi Said
4 Jun 2025 10:29
3 menit membaca

Pranala.co, SAMARINDA – Bulan lalu naik. Bulan ini turun. Harga-harga di Kalimantan Timur atau Kaltim mulai mengendur. Bahkan, bukan sekadar melambat. Mei 2025 justru mencatat deflasi.

Angkanya cukup menenangkan: -0,35 persen (mtm). Di saat yang sama, inflasi tahunan masih terjaga di angka 1,03 persen (yoy). Tidak tinggi, tapi cukup untuk jadi alarm: ekonomi masih hidup.

Kalau dibandingkan, ini selaras dengan angka nasional yang juga deflasi -0,37 persen. Artinya, ini bukan cuma soal lokal. Tapi efek dominonya terasa hingga pusat.

Penyebabnya klasik: panen raya. Cabai rawit dan bawang merah melimpah. “Suplai dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, hingga Jawa Timur mengalir deras ke pasar-pasar Kaltim,” jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur Budi Widihartanto dalam rilisnya, Rabu (4/6).

Kelompok pangan menjadi penyumbang utama deflasi. Turun 0,56 persen. Harga cabai rawit yang biasanya meledak, kini malah mendingin. Begitu juga si merah bawang.

Yang mengejutkan: BBM juga ikut turun. Kecil memang, cuma 0,01 persen. Tapi tetap punya andil dalam deflasi. Hanya saja, kelompok transportasi bikin angka tak jatuh lebih dalam.

Angkutan udara naik. Libur panjang bikin pesawat penuh, tiket mahal, harga terbang. Ditambah lagi, harga emas ikut naik, menyeret sektor perawatan pribadi dan jasa lainnya.

Tapi Tim Pengendalian Inflasi Daerah alias TPID tak tinggal diam. Lewat Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), mereka terus mengatur napas. Dari produksi hingga distribusi. Semua digenjot.

Petani dibantu. Dari pupuk, drone semprot, combine harvester, sampai sistem pertanian digital. Semua dikucurkan ke kelompok tani.

Bulog dan TNI pun turun tangan. Serap gabah di masa panen raya. Tujuannya satu: harga jangan jatuh. Tapi stok tetap aman.

Distribusi juga tak luput. Aneka sayuran, cabai, didorong lewat fasilitasi langsung ke poktan dan KWT. Bahkan, kios pengendali inflasi pertama diresmikan di Kutai Kartanegara.

Yang menarik, pengendalian inflasi bukan cuma soal ekonomi. Tapi juga komunikasi. TPID Se-Kaltim rutin rapat. Koordinasi intens.

Bahkan, muncul program unik: Ulama Peduli Inflasi. Mereka ikut mengedukasi masyarakat. Dari mimbar masjid, mereka mengajak belanja bijak. Diversifikasi pangan pun disuarakan.

Karbohidrat tak harus dari nasi. Singkong, jagung, ubi bisa jadi pilihan. Ketahanan pangan dibangun dari kesadaran.

Ke depan, TPID Kaltim menyiapkan strategi jangka panjang. Tetap berpegang pada rumus lama: 4K — Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif.

Tapi kini ditambah semangat baru: menggandeng sektor swasta. Investasi sektor pangan dan pertanian harus tumbuh. Hanya dengan itu, pertumbuhan ekonomi Kaltim bisa tinggi. Tapi tetap stabil. Dan yang terpenting: inflasi tetap rendah. [DIAS/RIL]

 

Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *