pranala.co – Meskipun harga yang dibanderol lebih mahal, namun penjual bensin eceran masih eksis hingga sekarang. Termasuk di Kota Bontang, Kalimantan Timur. Bisnis minyak skala kecil alias pengecer bahan bakar minyak (BBM) memang menggiurkan. Apalagi, usai pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, sejak dua pekan lalu.
Sebelum harga BBM subsidi jenis Pertalite naik, dijual eceran sebesar Rp 10 ribu per botol. Kini dijual seharga Rp 12 ribu. Sementara pertamax, dulunya didapat dengan harga Rp 15 ribu, naik pula jadi Rp 17 ribu.
Jamak diketahui, PT Pertamina telah lama mengeluarkan aturan tentang pelarangan membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite menggunakan jeriken.
Pertamina juga menegaskan pelarangan untuk masyarakat yang membeli bensin di Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan tujuan dijual kembali demi mencari keuntungan adalah suatu hal yang dilarang.
Melansir dari laman resmi Kominfo, Senin (19/9/2022) pembelian BBM dalam jeriken sebenarnya diperbolehkan asal untuk kebutuhan pertanian, industri kecil dan kepentingan sosial dan untuk membelinya diperlukan rekomendasi dan izin dari dinas terkait.
Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 15 tahun 2012 mengenai Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu.
Sales Eksekutif Pertamina Retail IV, wilayah Kalimantan Barat, Benny Hutagaol, menjelaskan masyarakat dilarang membeli BBM jenis apapun untuk dijual kembali karena bertentangan dengan UU No.22/2001.
Kebijakan ini dibuat mengingat sangat berbahaya bagi keselamatan penjual dan orang lain. Apalagi bila lokasinya di perkotaan, kecuali daerah tersebut jauh dari SPBU.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal pengawasan penjualan di SPBU, Pertamina menggunakan CCTV atau kamera tersembunyi guna mencegah terjadinya penyelewengan oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Sementara, Kapolres Bontang AKBP Yusep Dwi Prasetiya, menegaskan tidak mengilhami fenomena kenaikan BBM eceran. Hanya saja, ia memaklumi lantaran itu masuk dalam usaha kecil alias mikro.
“Kalau melihat regulasi itu ilegal. Tapi kami harus bijak juga, karena berkaitan dengan ekonomi masyarakat kecil,” ujarnya.
Sejauh ini, upaya mengontrol giat ‘ilegal’ itu, polisi hanya memastikan seluruh pegawai SPBU tidak bertindak curang. Dari ketetapan konsumsi BBM dari 7 sampai 40 sehari per kendaraan, harus menjadi acuan setiap pegawai.
Pun setiap SPBU di Bontang sudah dipastikan menerapkan sistem catat pelat nomor kendaraan, agar distribusi merata. “Kami hanya bisa mengontrol dari karyawan SPBU, selebihnya dikembalikan kepada masyarakat,” kata Yusep.
Demi membangun disiplin dalam bisnis BBM eceran, Yusep berharap agar setiap pelaku usaha dapat mengurus izin niaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Pertamina kan sudah buka peluang bagi pengusaha yang mau bekerja sama. Jadi alur distribusinya gak langsung ke SPBU. Ada tempatnya khusus,” harap dia.
Pertamina memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin berjualan BBM secara resmi dengan mendirikan Pertashop sesuai dengan ketentuan dan kemampuan masing-masing. PT Pertamina (Persero) membuka peluang kemitraan bagi Anda yang tertarik berbisnis Pertashop atau yang dikenal SPBU mini.
Membuka Pertashop bisa menjadi alternatif bagi Anda yang ingin berwirausaha menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) resmi, namun modal yang Anda miliki masih terbatas untuk membangun Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) besar.
Terpisah, salah satu pedagang minyak eceran di Kawasan Kelurahan Berebas Tengah, Bontang, Pendi, harga itu menyesuaikan dengan ongkos beli di Stasiun pengisian bahan bakar (SPBU). Harga terbaru, dia beli pertalite 15 liter sehari.
“Setiap hari antre di tiga pom bensin, dapat 15 liter,” kata dia.
Terkait harga, kata dia, dinaikkan karena mengikuti beberapa lapak sesama pedagang kelontongan. Sesaat pemerintah mengumumkan kenaikan BBM, seketika itu pula ia menaikkan harga pertalite-nya.
Ia menyebut, tidak ada aturan baku yang diikuti terkait menaikkan tarif jual itu. Hanya mengikuti tren kenaikan BBM eceran di komunitasnya.
“Ramai di grup naikkan harga BBM, makanya saya naikkan juga harga itu,” ujarnya.
Senada, Suni pedagang bensin eceran di Pasar Rawa Indah, Jalan KS Tubun, menyatakan kenaikan BBM pertalite miliknya hanya mengikuti kebanyakan warung lain. Pun waktu kenaikan, ia lakukan disaat pemerintah mengumumkan naiknya harga BBM Subsidi, Sabtu (3/9/2022) lalu.
“Bapaknya (Suami) yang antre. Beliau memang yang minta dinaikkan harganya,” jelas dia.
Meski dengan sesukanya menaikkan harga BBM, situasi itu dianggap maklum beberapa pelanggan minyak eceran. Salah satunya, Driver Ojol Grab Ishaq. Dia bilang, pedagang bensin eceran dibutuhkan saat mendesak.
Menurut pengalaman dia, pernah satu waktu kehabisan bensin saat hendak mengantar penumpang. Kondisi malam hari. Yang ia tahu, di jam itu SPBU sudah tutup. Lalu, ia menghubungi rekan sesama ojol untuk mengantarkan minyak eceran. Minyak itu berasal dari pedagang tepi jalan.
“Syukurnya ada eceran, jadi dibelikan teman. Dia antar ke tempat saya mogok,” ujarnya.
Biasanya ia lebih memilih untuk mengisi minyak di SPBU. Selain harga lebih terjangkau, kualitas minyak di SPBU dijamin tidak akan merusak mesin.
Di lain sisi, keberadaan pedagang minyak eceran sangat dibutuhkan kala situasi mendesak. Harus mengantar penumpang dengan cepat agar tidak kehilangan bintang.
“Kalau customer ngambek, bisa dikasi bintang 1 mas. Jadi lumayan tertolong lah dengan pedagang bensin eceran,” ujarnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post