Patroli Jam Belajar di Telihan Bontang, Pelajar Nongkrong Didata dan Dibina

Suriadi Said
4 Mei 2025 21:11
2 menit membaca

Bontang, PRANALA.CO – Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 lewat beberapa menit ketika rombongan itu mulai bergerak. Tidak tergesa. Tapi pasti. Dari kantor kelurahan, mereka berangkat menyusuri jalan-jalan Kelurahan Gunung Telihan — wilayah yang sejak lama dikenal ramai di malam hari.

Di barisan itu ada, Lurah Gunung Telihan, Mochammad Cholid Hanafi, berjalan tenang. Ada pula petugas Satpol PP, Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang. Malam itu, Minggu (4/5/2025), mereka tidak datang membawa surat tilang. Bukan pula hendak merazia seperti zaman dulu. Mereka hanya membawa satu hal: ajakan untuk belajar.

Ini bukan patroli biasa. Ini bagian dari program 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang — dan terutama implementasi dari Perda Nomor 8 Tahun 2008. Tentang Wajib Belajar Malam. Sebuah aturan lama yang dihidupkan kembali: pukul 19.00 sampai 21.00 Wita, anak-anak Bontang seharusnya ada di rumah. Belajar. Entah sendiri, bersama orang tua, atau kelompok.

Malam itu, mereka berkeliling. Ke poskamling, ke rumah makan, ke kafe. Ke tempat-tempat yang biasanya jadi arena kumpul anak muda. Dan benar saja. Di beberapa sudut, mereka menemukan sekelompok pelajar. Duduk bergerombol, bercanda, ada juga yang sibuk menatap layar ponsel — entah main gim atau sekadar berselancar di media sosial.

Tidak ada hardikan. Tidak ada usiran.

“Kami hanya ingin mengingatkan,” kata Cholid pelan kepada mereka malam itu. Ia duduk bersama, berbicara dengan bahasa yang mereka mengerti. Ia cerita soal pentingnya memanfaatkan waktu belajar, soal mimpi-mimpi yang tak mungkin tercapai kalau malam dipakai nongkrong.

Petugas mencatat nama-nama. Tidak untuk dimarahi, melainkan untuk dibina. Agar kelak, mereka mengingat malam itu sebagai malam saat kota ini peduli pada masa depan mereka.

“Ini bukan hanya soal aturan,” ucap Cholid. “Ini soal suasana. Kalau lingkungan kita kondusif, anak-anak akan lebih mudah fokus. Kalau malam-malam seperti ini sunyi dari keramaian tak perlu, mereka bisa belajar dengan tenang.”

Patroli semacam ini, kata Cholid, tidak akan berhenti malam itu saja. Akan ada patroli-patroli berikutnya. Tidak selalu dengan skala besar. Kadang kecil, kadang hanya beberapa orang. Tapi yang pasti, semangatnya sama: memastikan masa depan anak-anak Bontang tidak tergerus godaan malam hari.

Ia tahu, mereka tidak bisa bekerja sendiri. Orang tua harus ikut serta. Mengingatkan dari rumah. Mengawasi tanpa mengekang. Memberi ruang anak-anak untuk tumbuh, tapi tidak membiarkan mereka lepas kendali.

“Mudah-mudahan, pelan-pelan, ini jadi budaya baru. Budaya belajar, budaya peduli,” tutup Cholid. (*)

 

Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *