PRANALA.CO, Bontang – Kawasan hiburan malam di kawasan Prakla, Bontang semarak seperti biasa. Suara musik berdentum dan tawa riuh memenuhi udara, jalanan dipenuhi orang-orang yang ingin menikmati malam. Namun, bagi enam individu, Sabtu malam, 3 November 2024, berakhir dengan sebuah kenyataan yang pahit dan tidak terduga—mereka menjadi bagian dari operasi yang membawa perubahan besar dalam hidup mereka.
Di bawah terang lampu neon yang gemerlap, tim gabungan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) menggeledah lokasi-lokasi yang ramai. Para petugas, dengan tekad yang kuat namun hati penuh empati, menjalankan misi mereka: mengganggu peredaran narkoba di tempat hiburan Bontang. Di tengah keramaian malam itu, enam orang terpilih dari kerumunan, menghadapi konsekuensi dari pilihan yang mungkin tak pernah mereka sadari sepenuhnya.
Salah satu dari mereka adalah RI, seorang wanita yang hidupnya telah lama berkutat dalam hiruk-pikuk malam sebagai pekerja di sebuah tempat hiburan. Dunia RI penuh dengan musik yang menghentak, lampu-lampu yang berkilauan, dan tamu-tamu yang mencari hiburan sementara.
Kini, di sebuah ruangan yang diterangi cahaya putih terang, ia menghadapi kenyataan baru. Di sebelahnya, lima pria muda—NS, AF, AN, MI, dan BR—yang sebelumnya hanya ingin menikmati malam, kini menghadapi titik balik dalam hidup mereka.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Bontang, Lulyana Ramdhani, berbicara dengan nada penuh kewibawaan namun juga kepedulian. “Mereka terbukti positif menggunakan sabu,” ujarnya. Pendekatan BNN kali ini tidak semata-mata untuk menghukum, melainkan untuk memahami kisah-kisah manusia di balik penyalahgunaan zat ini.
Hasil asesmen yang cermat mengungkapkan hal penting: mereka bukanlah pecandu berat yang terjerumus dalam kehancuran. Sebaliknya, mereka dikategorikan sebagai pengguna ringan, dengan kecenderungan lebih besar pada konsumsi alkohol.
“Mereka masih berada di tahap awal, dan kami ingin mencegah mereka dari keterpurukan lebih jauh,” jelas Lulyana.
Solusi pun ditawarkan: rehabilitasi rawat jalan. Program ini dirancang untuk memulihkan, membimbing, dan mengintegrasikan kembali mereka ke masyarakat. Tidak ada penahanan, melainkan upaya penyembuhan yang akan berlangsung selama tiga bulan. Selama itu, mereka akan menjalani terapi tanpa harus terpisah jauh dari lingkungan mereka.
Rehabilitasi ini bukan sekadar proses membersihkan diri dari zat adiktif; ini adalah kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik. “Mereka sangat kooperatif,” tambah Lulyana. “Mereka siap untuk berubah dan mengambil kembali kendali atas hidup mereka.”
Bagi keenam orang ini, rasanya seperti diberi napas lega, meski penuh dengan perenungan. Apa yang bisa berakhir dengan masa depan yang suram di bawah bayang-bayang sistem hukuman kini berubah menjadi peluang untuk membangun kembali. Teman, keluarga, dan mungkin bahkan mereka yang menjadi saksi di malam itu akan melihat perjuangan mereka untuk memulai hidup yang lebih baik. (*)
*) Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post