SEBANYAK 522 pegawai RSUD Taman Husada Bontang menjalani rapid test secara bertahap mulai 24 April lalu. Rinciannya, 365 adalah tenaga kesehatan, dan 157 non kesehatan atau penunjang pelayanan di fasilitas kesehatan. Ini wajar, sebab RSUD Bontang ini ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan penanganan corona.
Hasilnya 52 orang pegawai pelayanan kesehatan dinyatakan reaktif. Sementara 53 orang juga jalani test swab, 1 diantaranya berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP). Selanjutny ada 47 orang menjalani karantina di Hotel Grand Mutiara, 7 orang lainnya jalani isolasi mandiri.
“Intervensi tersebut dijalankan sebagi bentuk kewaspadaan, dan status mereka masuk dalam kategori OTG (Orang Tanpa Gejala, red),” jelas Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni dalam siaran persnya, Rabu (6/5) malam.
BACA JUGA:
Dari OTG jadi Positif Covid-19, Tambahan 1 Kasus dari Bontang Lestari
Lanjut Wali Kota, Selasa (5/5) malam sekira pukul 19.04 Wita, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur, menyampaikan melalui pesan pada Gugus Tugas Kota Bontang, bahwa hasil test swab 28 pegawai RSUD Bontang dan 1 Pegawai RSIB Yabis Kota Bontang terkonfirmasi negatif.
Tim Gugus Percepatan Penangan Covid-19 Kota Bontang juga telah melaksanakan tes swab sejak 20 Maret sampai 6 Mei 2020. Ada 131 orang di-swab, 11 orang terkonfirmasi positif, 66 orang negatif, dan masih ada 54 orang menunggu hasil tes tersebut.
Soroti Adanya Stigma Negatif
Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni juga menyoroti terkait rapid test dan berbagai stigma melekat pada tenaga kesehatan dan warga berstatus OTG, ODP, PDP, maupun konfirmasi positif. Dia tegaskan rapid test bukan alat untuk menegakkan diagnose, tetapi merupakan screening yang dapat dijadikan tuntunan petugas kesehatan untuk melaksanakan langkah-langkah antisipatif terkait pencegahan dalam hal penatalaksanaan kasus.
Sejak penyampaian informasi tentang screening yang dijalani pegawai RS, berbagai stigma muncul di masyarakat. Bahwa orang-orang dengan status OTG, ODP, maupun PDP bukan untuk dijauhi dikucilkan dianggap sebagai penyebar virus.
Stigma terhadap OTG, ODP, PDP maupun konfirmasi positif berimbas pada warga lainnya. Ujungnya takut menyampaikan keluhan, tidak melaporkan kedatangan, tidak jujur menyampaikan riwayat perjalanan dan atau kontak. Bahkan, lanjut Neni, mental pasien maupun keluarga menjadi tertekan atau drop sehingga berpotensi imunitas pun ikut berpengaruh. Kasus di masyarakat menjadi tidak terdeteksi, sehingga penyebaran terus terjadi.
BACA JUGA:
Update Covid-19 Kaltim: Kasus COVID-19 Klaster Gowa Teridentifikasi Menular ke Keluarga
Dia pun mengajak semua warga Bontang untuk membantu siapapun yang menjadi OTG, ODP, PDP ataupun yang terkonfirmasi positif. Membantu agar mereka patuh dan disiplin menyelesaikan isolasi mandiri, memberikan dukungan dan motivasi kepada keluarga. Sehingga lahir “Gerakan Kesholihan Sosial” menjadikan Bontang khususnya dan Indonesia bisa segera bebas dari pandemi COVID-19.
“Jangan ada stigma negatif lagi. Corona bukan aib. Siapapun bisa kena tidak mengenal suku, agama, ras, derajat kekuasaan. Mari saling mendukung,” ajak Neni. (*)
Discussion about this post