CINDY Putri, 21 tahun, seorang mahasiswi di Kota Samarinda, Kalimantan Timur harus putar otak bagaimana menjalankan bisnisnya saat pandemi Covid-19 melanda, Maret tahun lalu. Biasanya, ia memasarkan nasi daun jeruk buatannya di sekolah dan stan bazar di mal.
Akibat pembatasan sosial, mal dan sekolah ditutup. Penjualannya pun anjlok. Ia akhirnya beralih berjualan secara online melalui media sosial. “Sejak April 2020 mulai jualan online,” ujar Cindy, yang menjajakan dagangannya melalui platform Instagram, Selasa (2/3/2021).
Pilihan jualan secara daring ini diambil karena CIndy juga khawatir dua karyawannya bisa terpapar Covid-19 ketika menjaga stan. “Supaya orang juga tidak lupa kalau menu makanan nasi kulit daun jeruk ini masih ada,” kata dia.
Dia mengakui bisnis menjual makanan secara online ini tidak berjalan mulus di awal. Menurutnya, tetap lebih laku ketika berjualan secara offline. Akan tetapi, lambat laun dengan menggencarkan promosi secara daring, bisnis melalui akun Instagram ini mulai ramai pembeli.
“Saya tawarin ke teman-teman. Dari mulut ke mulut. Alhamdulillah, akhirnya ramai perlahan. Sampai hari ini juga banyak orderan,” kata dia.
Menurut mahasiswi semester akhir ini menjual secara online ada untungnya, lebih mudah mempromosikan karena bisa melalui tombol share dan mengirim endorse ke influencer untuk dijadikan testimoni. Tetapi ada juga tantangannya yaitu menjaga kepercayaan konsumen yang menginginkan makanan terjamin kebersihannya.
“Karena tidak semua orang percaya makanan dari kami bersih. Walaupun saya jamin makanan dari kami cukup bersih dan tidak menggunakan MSG,” katanya.
Dari Whatsapp ke Whatsapp
Pengalaman yang agak berbeda dirasakan Dyah Sulistyorini (28 tahun). Perempuan yang sudah berjualan aneka kue dari kue kering hingga black forest sejak 2005 ini baru tertarik mempromosikan kue buatannya ketika diundang salah satu tetangganya. Di awal pandemi 2020, dia diundang untuk ikut membuka lapak di grup Whatsapp kompleks rumahnya.
“Cari kesempatan karena waktu itu di rumah saja. Begitu masuk, nggak langsung promosiin dagangan tapi lihat dulu orang-orang responsnya gimana. Tapi begitu mulai (promosi) lumayan bisa masuk satu hingga dua orderan sehari,” kata warga Bontang, Kalimantan Timur ini, Selasa malam.
Sebelum berjualan melalui grup Whatsapp, Dyah hanya menjual dagangannya kepada keluarga maupun teman-teman lamanya. Dia mengaku terbantu bisa berjualan melalui grup Whatsapp ini karena dagangannya menjadi lebih dikenal tetangga. Selain itu, pesanan dalam jumlah banyak seperti untuk acara pengajian maupun arisan yang biasa dilakoninya menjadi terbatas di masa pandemi.
“Sekarang orang pesan kue hanya untuk dimakan sendiri atau untuk hantaran tapi jumlahnya lebih sedikit. Bisa menjual satu atau dua loyang kue dalam sehari, sudah bagus,” katanya. Sejak pandemi, Dyah menambah menu dagangan dengan menjual kue basah hingga puding.
Tak hanya menjadi penjual di grup obrolan tersebut, Dyah juga turut membeli dagangan dari pelapak lain. “Macam-macam yang ditawarkan mulai dari sayuran organik, ikan laut, masker, alat masak, panci, Tupperware, sampai raket nyamuk, ada. Kalau lagi malas masak, pesen lauk pauk pun ada yang jual,” katanya sambil tertawa.
Bahkan ada toko kue yang ikut nyelip menjajakan dagangannya di grup yang saat ini sudah beranggotakan lebih dari 100 orang itu. “Jadi ada tetangga yang nawarin kue dari salah satu toko,” kata perempuan yang menjajakan kue buatannya dengan nama ‘Ld Kitchen’ ini.
Menurutnya tidak ada permusuhan selama berjualan di lapak daring tersebut. Permusuhan juga tidak terjadi antar penjual dengan dagangan yang sama. “Misalnya ada si A yang jual keripik, begitu juga si B tapi pembeli kan berbeda-beda seleranya, ya nggak apa-apa. Begitu juga kalau ada yang nawarin tapi nggak direspons ya besok-besok dicoba lagi promosinya. Orang cuek aja karena tahu, sama-sama cari rezeki,” katanya.
Sikap santai antar tetangga ini juga sempat dialami Dyah ketika mengantarkan pesanan ke salah satu rumah. Begitu tiba, pemilik rupanya tidak sedang berada di rumah. Namun, sudah menyiapkan amplop berisikan uang pembayaran di meja teras.
“Jadi ketika sampai rumahnya di meja teras sudah ada berbagai amplop. Ada yang tulisannya telur, susu, kue. Rupanya sama dia (pemesan) sudah dikelompokkan supaya yang jual tinggal ambil bayarannya. Sempat mikir kok ngga takut duitnya hilang ya? Mungkin karena percaya sama tetangga,” kata Dyah.
Ada juga yang menawarkan kue dengan mengunggah foto makanan dan barang yang ditawarkan melalui status di Whatsapp atau menawarkannya langsung melalui japri. Lis, 54 tahun, seorang ibu rumah tangga di Bekasi, kerap menerima tawaran makanan melalui pesan Whatsapp.
“Hampir tiap hari ada yang menawarkan barang dagangannya melalui grup atau japri. Ini membantu kalau pas kita butuh. Apalagi barang diantar tanpa ongkos kirim,” katanya.
Selain makanan, berbagai barang ditawarkan mulai dari masker, sanitizer sampai tanaman.
[LO]
Discussion about this post