Dengungkan “Gerakan Kesalehan Sosial” hingga Bentuk Relawan tingkat RT demi Kikis Stigma Negatif
WARGA KOTA Bontang, masih belum dewasa menyikapi pandemi virus corona. Meski banyak yang menyanjung dan menghargai kerja keras tenaga medis, namun tak sedikit masyarakat yang melakukan stigma negatif pada dokter maupun perawat.
Ketakutan berlebihan dan kurangnya wawasan, membuat kita sering kali lupa untuk memanusiakan manusia. Di tengah hiruk pikuk penanganan pandemi Covid-19, ada tenaga medis yang bekerja dalam senyap. Di garda depan, mereka mempertaruhkan nyawa untuk merawat para pasien yang terjangkit.
Bukan saja menyasar tenaga medis. Stigma negatif kerap disematkan kepada warga berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), hingga terkonfirmasi positif Covid-19.
Itulah, makanya Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni mendengungkan “GERAKAN Kesalehan Sosial”. Gerakan ini muncul untuk mengikis stigma negatif. Situasi ini menimbulkan berbagai stigma negatif di kalangan masyarakat hingga menimbulkan dampak sosial. Dampak sosial yang terjadi, seperti muncul diskriminasi terhadap pasien dan keluarga pasien.
“Itulah mengapa, kita sebaiknya menghindari pernyataan atau narasi yang bisa memberikan stigma pada orang tertentu,” ujar Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, Rabu (6/5).
Neni pun mengajak semua warga Bontang untuk membantu siapapun yang menjadi OTG, ODP, PDP ataupun yang terkonfirmasi positif. Membantu agar mereka patuh dan disiplin menyelesaikan isolasi mandiri, memberikan dukungan dan motivasi kepada keluarga. Sehingga lahir “Gerakan Kesholihan Sosial” menjadikan Bontang khususnya dan Indonesia bisa segera bebas dari pandemi COVID-19.
Relawan pun dibentuk rencananya dibentuk di tingkat Rukun Tetangga (RT). Tiap RT ada 3 orang, nanti mereka berkeliling ke warga, mengedukasi dan memberikan pamflet soal pengetahuan soal Covid-19. Tujuannya mengikis stigma negatif kepada tenaga medis hingga para pasien.
Sebelum turun ke lapangan, para relawan ini akan dijajal pelatihan soal Covid-19. Mulai soal terkait rapid test dan berbagai stigma melekat pada tenaga kesehatan dan warga berstatus OTG, ODP, PDP, maupun konfirmasi positif. “Mudahan pekan depan sudah bisa dibentuk dan dilatih terlebih dulu, baru turun ke masyarakat,” ujar Neni.
Sejak penyampaian informasi tentang screening yang dijalani pegawai RS, lanjut Neni berbagai stigma muncul di masyarakat. Bahwa orang-orang dengan status OTG, ODP, maupun PDP bukan untuk dijauhi dikucilkan dianggap sebagai penyebar virus.
Stigma terhadap OTG, ODP, PDP maupun konfirmasi positif berimbas pada warga lainnya. Ujungnya takut menyampaikan keluhan, tidak melaporkan kedatangan, tidak jujur menyampaikan riwayat perjalanan dan atau kontak.
Bahkan, lanjut Neni, mental pasien maupun keluarga menjadi tertekan atau drop sehingga berpotensi imunitas pun ikut berpengaruh. Kasus di masyarakat menjadi tidak terdeteksi, sehingga penyebaran terus terjadi.
“Jangan ada stigma negatif lagi. Corona bukan aib. Siapapun bisa kena tidak mengenal suku, agama, ras, derajat kekuasaan. Mari saling mendukung,” ajak Neni
Lanjut Neni, Ramadan tidak hanya momentum untuk meningkatkan kesalehan individual dengan melakukan berbagai bentuk ritual ibadah. Ramadan juga merupakan ajang bagi setiap pribadi muslim untuk meningkatkan kesalehan sosial dengan cara peduli kepada sesama yang membutuhkan
Maka, pada Ramadan kali ini saatnya kembali menunjukkan semangat gotong-royong dan berbagi. Apalagi, di tengah situasi ekonomi yang sulit akibat pandemi virus corona. Setiap muslim yang berpuasa diharapkan tidak abai dengan lingkungan sekitarnya. Pastikan tidak seorang pun tetangga yang mengalami kelaparan atau tidak bisa berbuka dan makan sahur karena tidak memiliki makanan. (*)
Discussion about this post