DI TENGAH wabah virus corona, Pemerintah Kota Bontang harus kehilangan dana hingga ratusan miliar. Bukan hanya bantuan dari Pemerintah Provinsi Kaltim, tapi juga dari Pemerintah Pusat.
Dana dari Pemerintah Pusat yang dipangkas tahun ini yakni dana bagi hasil (DBH) migas. Meski tidak menyebutkan nominal, namun diperkirakan hingga ratusan miliar. Kegiatan skala besar tak bisa dilakukan di tengah pandemi ini berlangsung.
Dalam beberapa pekan terakhir, harga minyak mentah dunia anjlok lebih dari 100 persen hingga ke kisaran USD 20 per barel. Padahal, pada periode Januari 2020 masih di kisaran USD 67,02 per barel.
Kondisi itu semakin menyulitkan, karena Pemerintah Provinsi Kaltim juga memangkas dana perimbangan. Surat pemberitahuan pemangkasan anggaran bahkan sudah diterima. Misal pos belanja barang dan jasa, belanja modal dan belanja pegawai.
Menurut Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni DBH kota ini dipotong hingga 50 persen. Ini pun berakibat ke APBD Kota Bontang melorot menjadi Rp 900 miliar. “Dipotong sampai 50 persen. APBD kita merosot lagi sama saat waktu pertama kali dilantik, Rp 900 miliar,” jelas Neni, Senin (20/4).
Saat ini, Neni bilang penyesuaian APBD Bontang masih dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). TAPD bakal menyeleksi sejumlah mata anggaran yang perlu dihemat.
Dua opsi pun sudah disiapkan Neni. Jika APBD Bontang 50 persen akan menjadi Rp 980 miliar. Opsi kedua dipotong 25 persen Rp1,2 triliun. Dua opsi itu sudah diuraikan, termasuk kegiatan atau proyek yang tidak bisa dijalankan saat ini, pandemi Covid-19.
Bahkan sebut Neni, pembayaran kegiatan yang berlangsung saat ini, dilakukan pada tahun ini (2020) dan tahun depan (2021). Pemerintah tak bisa membayar penuh, lantaran kondisi darurat akibat pandemi yang melanda Bontang.
Melorotnya APBD tak hanya terjadi di Bontang, namun berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia. “Insya Allah. Tapi kita tak bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang besar. Yang penting bagaimana covid-19 bisa diselesaikan,” harapnya. (*)
Discussion about this post