pranala.co – Presiden Joko Widodo mengintruksikan penurunan biaya pemeriksaan PCR menjadi Rp450 ribu hingga Rp550 ribu.
Namun, Pemerintah Kota Bontang masih menunggu turunan regulasi pasti dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terkait revisi stabilitas harga tes polymerase chain reaction (PCR).
Sejatinya, patokan harga itu turun 50-61 persen dari harga awal yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada 5 Oktober 2020.
Juru Bicara Satgas COVID-19 Bontang, Adi Permana mengatakan untuk saat ini harga masih sesuai dengan sebelumnya, yaitu berkisar Rp800-Rp900 ribu. Pasalnya, hingga kini belum ada surat resmi dari kementerian terkait kelanjutan instruksi penurunan harga PCR itu.
“Ya itu baru presiden yang bicara. Nanti ada edaran dari kementerian berapa penetapannya. Misalnya dalam surat ditetapkan harga atasnya segitu (Rp450 ribu, red.) ya kita ikuti,” kata Adi Permana dihubungi Pranala.co melalui telepon, Senin (16/8).
Adi mengaku memang tidak buru-buru menurunkan harga tes sesuai dengan yang dipatok presiden. Pasalnya, antara modal bahan-bahan dan oprasional pendukung akan memiliki perbandingan yang tipis.
“Belum lagi permainan harga pasaran bahan yang fluktuatif yang seiring dengan perkembangan kasus,” katanya.
Kenapa Harga Tes PCR Mahal?
Adi menjelaskan harga sekarang memang masih menyesuaikan harga pasaran. Jumlah itu diakumulasikan dengan modal bahan hingga perangkat pendukung. Katanya untuk tes PCR memiliki 3 bahan, mulai dari VTM (viral transport medium atau media pembawa virus), alat ekstraksi hingga, masuk dalam alat pengetesan sampel.
Dari data yang dihimpun media ini, bahan-bahan ini memiliki harga yang berbeda-beda. Misalnya harga untuk vtm bisa memakan biaya hingga Rp200 ribu, alat ekstraksi ditaksir mencapai Rp80 ribu pun dengan harga termurah. Dan bahan lainnya yang juga mencapai ratusan ribu.
“Itu baru harga bahannya, belum APD (alat pelindung diri) tenaga kesehatan. Dan saat tesnya itu harus ditunggu berjam-jam di dalam,” ungkap Adi.
Tren Penggunaan Antigen dan PCR
Pada dasarnya keduanya memang memiliki perbedaan untuk pengujian. Namun biasanya untuk tahap awal mengetahui apakah orang tersebut terpapar covid, masyarakat akan disarankan untuk terlebih dulu menggunakan rapid antigen.
Jika reaktif, masyarakat akan langsung diberikan penanganan, yaitu isolasi mandiri dan lainnya. Sementara jika negatif, masyarakat akan disarankan untuk melakukan tes PCR untuk tingkat kepastian yang lebih tinggi.
“Tapi kalau tes PCR nya karena hasil tracing dari pasien Covid, di Labkesda (PSC) itu gratis. Kecuali dia tes sendiri di RS PKT misalnya itu bayar, ” urainya.
Sementara itu penggunaan PCR untuk syarat bepergian, misalnya masyarakat ingin bepergian ke luar kota menggunakan pesawat, barulah akan dikenakan tarif sesuai harga yang ditetapkan.
“Juga untuk perusahaan yang melakukan tes untuk karyawan. Mereka kan wajib PCR,” katanya. (*)
Discussion about this post