Fakta:
Siapa yang tidak mengenal nama Jamrud dari Sabang sampai Merauke? Ikon rock Indonesia yang terbentuk sejak tahun 1984 silam di Cimahi, Jawa Barat dengan segudang lagu hits yang digandrungi oleh jutaan Jamers (sebutan fans Jamrud) lintas usia dan lain-lain.
Bahkan mantan Presiden SBY pun sampai mengcover lagu balada ‘Pelangi Di Matamu’ di rally kampanye Pemilu 2004, hehe. Lagu tersebut diambil dari album Ningrat (2000, Logiss Records) yang terjual 2 juta kopi, suatu rekor tertinggi dalam sejarah musik rock Indonesia untuk penjualan rekaman fisik.
Sejak 2008, formasi Jamrud masih diperkuat oleh Aziz Mangasi Siagian (gitar), Ricky Teddy (bass), Krisyanto (vokal) bersama dua darah muda; Mochamad Irwan (gitar) dan Danny Rachman (dram). Meskipun Krisyanto sempat hengkang pada 2007 dan comeback pada 2011.
Mungkin album terakhir Jamrud yang diingat publik adalah Akustikan (2015). Tapi sebenarnya bukan itu. Terakhir mereka merilis album berjudul 80’s pada Maret 2017 lalu. Namun karena masalah manajemen internal, album tersebut ditarik dari edaran hanya sekitar dua minggu setelah dirilis.
Format fisik maupun digital. Walhasil, album tersebut belum sempat terdistribusikan secara merata dan tentunya masih banyak fans yang enggak kebagian. Nah, akhirnya sejak 15 Januari 2021, album 80’s berhasil dirilis ulang namun dengan judul baru, God Gave Rock N’ Roll To Me karena satu dan lain hal.
Kelebihan:
Repertoar lagu di album ini memang pas. Dari trek pembuka ‘Beri Aku Waktu’, telinga kita sudah ditempel oleh hentakan hard rock dengan sisipan funk yang begitu merekat. Setelah itu level kecadasan musiknya dinaikkan di ‘Tjimahi 80’s’ dengan banyak sisipan dobel kick dram.
Sebuah lagu nostalgik tentang kampung halaman mereka dan mulai menyemburkan lirik lugas khas Krisyanto yang ditunggu-tunggu seperti nukilannya ini: “Di mana papirku, Di mana cimengku, Di mana botol vodkaku?”, dan kali ini lebih lengket di telinga.
Kemudian menurunkan tensi sedikit di ‘Kyoto Breeze’ walau tetap diselingi bagian cadasnya sebelum akhirnya benar-benar rehat untuk mengendurkan urat syaraf tegang di lagu balada ‘Hanya Teman’. Tetapi ini bukan lagu slow menye-menye, melainkan tetap menyentak dengan lirik yang kocak sarat sentilan seperti bagian: “Menyesal-lah aku, T’lah keluar banyak modal untukmu, Setiap malam ke fancy club, Setiap makan di rooftop lounge, Kalau Hanya Teman Lesehan Aja”.
Nah, setelah leyeh-leyeh sambil ngekek mendengar guyonan melodius Krisyanto, batere kita menjadi kembali ‘fully-charged’ dan bersiap untuk nomor ‘Dehidrasi’ yang memiliki elemen thrash metal. Sesuai judulnya, lagu ini memang menguras energi dan menimbulkan rasa dahaga hingga dehidrasi.
Diawali dengan tempo cepat total headbanging yang mengiringi vokal parau Krisyanto yang lebih berat di bagian ini. Meski dominan kencang, lagi-lagi mereka berhasil membuatnya terdengar super catchy dengan bagian chorus-nya.
Lagu-lagu berikutnya seperti ‘Nasihat Untuk Kawan’, ‘Biyawak & Tikus Tanah’, dan ‘Pergi Kemana Kau Mau’, semuanya memiliki daya magnetik yang kuat untuk ber-sing along.
Kekurangan:
Riff utama lagu ‘Semu’ seperti “tambalan-sulaman” dari Led Zeppelin ‘Kashmir’. Begitu juga dengan trek penutup album ini ‘God Gave Rock N’ Roll To Me’ yang mengutip dari Led Zeppelin ‘Heartbreaker’ walau sebenarnya bagian sisa kedua lagu tersebut tetap ciamik dan inovatif. Mungkin saja riff ikonik tersebut suatu “nod” alias rujukan tribute kepada sang legenda hard rock Inggris mengingat tema sentral album ini.
Kesimpulan:
Jamrud memiliki kesamaan dengan Metallica. Dengan heavy metal (secara general), mereka tetap mendapat tempat yang spesial di hati para pecinta musik arus utama. Meski bertegangan tinggi, mereka mampu meraciknya dengan aransemen yang sangat memorable.
Bahkan komposisi musik Jamrud jauh lebih variatif dengan menginkorporasi banyak elemen genre. Dengan kerangka hard rock dan heavy metal, mereka selalu piawai merangkainya dengan apa saja, entah itu funk, rap, reggae, punk, pop, ah you name it, man.
Yang jelas, departemen riff dan melodi berhasil berpadu akur dengan pattern vokal Krisyanto yang easy listening. Meski parau namun melodius dan lafalnya sangat jelas menyemburkan lirik yang relate dan menyentuh berbagai keresahan dan kegundahan di masyarakat dengan gaya humor nan lugas tanpa tedeng aling-aling alias blak-blakan tanpa khawatir dengan censorship.
Kerennya, sejak album pertama, pihak Logiss Records (sekarang Logis Music) sebagai label rekaman sekaligus manajemen band kompak membiarkan apa adanya.
Jika Jamrud dibilang kompromis supaya lagunya lebih komersil, ya itu memang benar. Tetapi bedanya mereka enggak “sell out”. Sejak album Nekad (1996) hingga kini musik mereka konsisten. Bahkan mereka sempat mau fokus ke extreme metal di album Bumi & Langit Menangis (setelah Krisyanto balik ke band, direkam ulang dengan judul Energi + Dari Bumi & Langit).
Karena hanya dengan kompromis, rock/metal bisa melawan dominasi pop di kancah musik mana pun. Enggak perlu menjadi “top of the game”, cukup berada sejajar dan diapreasiasi secara layak saja sudah lebih dari cukup. Kompromis enggak selalu berarti mengikuti trend atau terbawa arus utama, melainkan lebih ke sisi kreatif lo menciptakan lagu yang easy listening, mau keras atau enggak.
Untuk band sebesar Jamrud yang sudah memiliki fanbase se-Indonesia merupakan hasil dari perjuangan band ini membuktikan kesuksesan mereka menaklukkan jutaan hati pendengar yang membentuk pasar tersendiri. Metallica dan Jamrud mengajarkan hal berharga bahwa lo enggak usah takut kelaparan untuk main band musik cadas.
Toh, “sell out” belum tentu sukses juga, banyak yang setelah berubah malah kandas yang berujung frustasi terus bubar ambyar. Metallica punya ‘Master of Puppets’ atau ‘Enter Sandman’ yang mendulang emas berton-ton. Bersiaplah untuk kegebrakan Jamrud berikutnya. They’re still alive and kickin’ ass!
Discussion about this post