PRANALA.CO, Tenggarong – Ratusan massa aksi yang menginginkan pencabutan terhadap Surat Rekomendasi Bawaslu RI Nomor 0705/K.Bawaslu/PM.06.00/XI/2020 tertanggal 11 November 2020 melakukan aksi unjuk rasa penolakan atas surat rekomendasi tersebut.
Pasalnya, surat tersebut berisi rekomendasi pembatalan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dan Rendi Solihin sebagai peserta Pilkada Kukar 2020. Surat tersebut beredar di masyarakat pada 12 November 2020.
Pada poin pertama surat tersebut tercantum tentang status terlapor atas nama Edi Damansyah-Rendi Solihin melakukan pelanggaran pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6/2020.
Di poin kedua surat tersebut merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Kutai Kartanegara melalui KPU RI untuk membatalkan calon Bupati Kutai Kartanegara atas nama Edi Damansyah-Rendi Solihin sebagaimana ketentuan pasal 71 ayat (5) UU No 1/2015 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 6/2002.
“Merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Kutai Kartanegara melalui KPU RI untuk membatalkan calon Bupati Kutai Kartanegara atas nama Edi Damansyah-Rendi Solihin sebagaimana ketentuan pasal 71 ayat (5) UU No 1/2015 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 6/2002,” demikian petikan surat tersebut.
Ketua PDI Perjuangan Kukar, Solikin, tidak akan memberikan tanggapan jika surat antara pihak Bawaslu dan KPU belum jelas. Meski begitu, Solikin yang juga selaku kuasa hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kukar dalam Pilkada 2020, Edi Damansyah-Rendi Solihin, tetap menyiapkan langkah-langkah hukum jika surat rekoemndasi tersebut ditindaklanjuti Bawaslu dan KPU Kukar.
“Kami tetap menyiapkan langkah-langkah hukum apa saja yang akan kami tempuh jika memang surat rekomendasi itu ditindaklanjuti,” ujar Solikin singkat.
Terpisah, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah. Dalam statement terbukanya, Herdiansyah Hamzah menjelaskan rekomendasi Bawaslu wajib hukumnya untuk segera ditindaklanjuti oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota.
Menurut dia, jika ada pihak-pihak yang menyebut rekomendasi Bawaslu sifatnya tidak mengikat karena hanya rekomendasi dan penggunaan pasal 71 ayat (5) UU 10/2016 sebagai dasar pembatalan paslon, keliru.
“Saya penting untuk meluruskan hal tersebut sebagai bagian kewajiban akademis kami di kampus untuk memberikan informasi yang benar dan memadai bagi publik. Namun, soal materi atau objek pelanggaran, tetap menunggu keterangan resmi Bawaslu dan KPU,” ujar Herdiansyah Hamzah Jumat 13 November 2020.
Menurut pria akrab disapa Castro ini, dalam ketentuan Pasal 10 huruf b1 UU 10/2016 secara eksplisit menyebutkan, “KPU wajib melaksanakan dengan segera rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi Pemilihan”.
Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 139 ayat (2) UU 1/2015, yang menyatakan bahwa, “KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota”.
“Jadi KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota wajib memutus pelanggaran administrasi paling lama 7 hari sejak rekomendasi Bawaslu tersebut diterima (Pasal 140 UU 1/2015). Rekomendasi Bawaslu itu bersifat mengikat kepada KPU untuk segera dijalankan. Artinya, KPU tidak perlu lagi melakukan apapun, kecuali menjalankan rekomendasi Bawaslu tersebut,” urai dia.
Terkait dengan rekomendasi pembatalan atau diskualifikasi pasangan calon, seluruh pihak harus menghormati rekomendasi Bawaslu itu sebagai produk penanganan pelanggaran administratif dalam Pilkada.
“Kita harus hormati. Jadi tinggal menunggu KPU untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tersebut, sebagai bagian dari kewajibannya untuk menjalankan rekomendasi Bawaslu, sebagaimana diperintahkan oleh Undang-undang. KPU tidak perlu melakukan apapun, kecuali menjalankan rekomendasi itu,” ujar Herdiansyah Hamzah.
[ks|ji]
Discussion about this post