Film yang diproduseri oleh Guillermo del Toro ini merupakan genre horor dengan monster sebagai ancaman utamanya. “Antlers” sebetulnya merupakan salah satu film yang mangkrak, sebelumnya diagendakan rilis di bioskop pada 2020 lalu.
Pada akhirnya, film yang diarahkan oleh Scott Cooper ini bisa kita tonton di platform streaming. Julia (Keri Russell) baru kembali ke Oregon untuk tinggal bersama saudaranya, seorang sheriff (Jesse Plemons), dan bekerja sebagai guru di sekolah lokal.
Perhatiannya terkunci oleh murid pendiam, Lucas (Jeremy T. Thomas). Telah mengalami masa kecil yang traumatis, membuat dirinya peka dan yakin bahwa Lucas membutuhkan pertolongan. Lebih dari sekadar masalah rumah tangga, Julia akhirnya harus menyelamatkan Lucas dari monster legendaris yang memangsa manusia.
Materi Trauma Masa Kecil dan Kekerasan pada Anak
Suasana kelam, suram, dan depresif akan langsung terasa pada babak pertama “Antlers”. Elemen tersebut akan terasa terus hingga akhir film. Selain karena tema ceritanya, musik latar dan sinematografi yang diaplikasikan sangat gelap dan suspenseful. Tentu saja, selain plot berburu monster supranatural, film horor seperti ini kerap memiliki cerita pendamping yang lebih ‘drama’.
Dalam skenario ini, Lucas diberi latar belakang cerita, dengan dugaan bahwa Ia mengalami kekerasan oleh ayahnya. Sementara Julia diperlihatkan memiliki trauma masa kecil. Tidak jelas apa yang sebetulnya ayah Julia lakukan padanya dan saudaranya. Prompt tersebut seakan hanya ditempelkan pada Julia, sebagai motivasinya memiliki perhatian lebih pada Lucas.
Begitu pula skenario Lucas dengan asumi kekerasan dalam rumah tangga tidak memiliki closure yang jelas. Kita bisa melihat Lucas merupakan metafora dari anaknya yang sedang dalam hubungan toxic dengan keluarganya. Ia berada di situasi yang tidak nyaman, namun sama sekali tak mencari pertolongan maupun komplain dengan keadaan. Namun, apakah sebenarnya ayah Lucas dulunya orang tua yang baik? Ayah Lucas tiba-tiba langsung dihadirkan saja sebagai ancaman besar dalam cerita jika tidak segera diatasi.
Pada akhirnya, materi cerita tambahan yang hendak menjembatani fantasi dengan realita dalam “Antlers”, tidak berhasil melebur menjadi satu paket skenario misteri horor yang sempurna.
Agenda Naskah Horor Monster yang Sudah Biasa
“Antlers” sayangnya bukan film horor dengan monster yang menghadirkan skenario dengan agenda baru. Kisah Julia dan Lucas juga diawali dengan ketenangan yang menegangkan. Dimana misteri masih bersembunyi di sudut pikiran dan kegelapan. Namun satu hal kita tahu, ada yang tidak beres dalam kisah mereka.
Kemudian mulai masuk dalam babak serangan-serangan yang semakin intens, meski belum terungkap jelas apa yang sebetulnya sedang terjadi. Hingga akhirnya babak informasi tentang makhluk apa yang sebetulnya sedang dihadapi dalam kisah ini. Dibawakan oleh petua atau karakter penduduk asli dengan koleksi buku legenda dan mitologi. Hingga akhirnya kita berhadapan dengan monster yang akhirnya menunjukan diri.
Bagi kita yang sudah terlalu sering menonton film horor dengan monster, “Antlers” sama sekali tidak menyajikan cerita dengan plot baru. Semuanya bisa ditebak, dengan cara membasmi monster yang klise. Hingga adegan terakhir yang menyajikan misteri baru dengan maksud menghantui penonton. Sayangnya, usaha tersebut jelas gagal. Kita tak akan peduli dengan nasib selanjutnya pada karakter dalam kisah ini.
Kehadiran Monster yang Kurang Eksplorasi dan Antiklimaks
Selain penjelasan dari petua yang merupakan penduduk lokal, kita tak akan banyak mengetahui latar belakang dari monster yang menjadi bintang utama dalam “Antlers”. Masih bagus beberapa film umum dengan genre ini kerap menampilkan usaha protagonis dalam mengungkap misteri secara bertahap. Namun dalam film ini, hampir tak ada informasi jelas tentang ‘si monster’, baik secara narasi naskah maupun visual.
Bagaimana kita mau merasakan urgensi jika metode ‘berpindah’-nya saja kita tak paham. Kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan monster, apakah Ia benar-benar tidak akan menyakiti Lucas, bocah yang selama ini merawatnya.
Tak kenal maka tak takut. Babak utama dimana wujud monster terlihat secara utuh akhirnya jadi antiklimaks. Kita tak akan dibuat bergidik maupun terpesona dengan desainnya yang anomali dan besar. Monster dalam “Antlers” akan segera kita lupakan, bukan menjadi monster ikonik dalam budaya pop perfilman. (cul/id)
Discussion about this post