Bontang, PRANALA.CO – Gerbang Rumah Singgah Taman Pelangi di Kota Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali terbuka bagi satu jiwa yang tengah kehilangan arah, Kamis, 17 April 2025. Lokasinya di Jalan Parikesit Nomor 15 Bontang Baru Seorang warga dari Jalan Gotong Royong, RT 49, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat, resmi diterima sebagai klien di fasilitas perlindungan sementara milik Pemkot Bontang tersebut.
Tidak seperti membuka pintu rumah biasa, menerima seseorang ke Rumah Singgah adalah proses yang penuh pertimbangan—juga empati. Rumah yang diresmikan Februari 2018 lalu.
“Pendekatannya harus humanis. Kita sedang menangani manusia yang berada dalam kondisi paling rentan. Maka yang paling utama adalah memperlakukan mereka dengan hormat dan menjunjung tinggi hak asasi mereka,” ujar Marwati, Kepala Bidang Rehabilitasi Dinas Sosial Bontang.
Penerimaan klien dilakukan setelah melalui proses verifikasi ketat oleh Tim Rehabilitasi Sosial (Rehsos). Mereka tak hanya mengandalkan laporan dari RT dan kelurahan, tetapi juga turun langsung ke lapangan. Jika ditemukan bahwa seseorang yang dilaporkan ternyata masih memiliki keluarga atau kerabat yang bersedia merawat, maka rumah singgah bukanlah tempat yang tepat baginya.
“Kami harus pastikan benar-benar terlantar. Rumah singgah adalah solusi terakhir, bukan pelarian dari konflik keluarga,” tegas Marwati.
Begitu diterima, klien akan menjalani asesmen awal. Tim pendamping sosial mencatat identitas, kondisi fisik dan psikologis, hingga kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi. Proses ini bukan sekadar administratif—ia menjadi dasar dalam menentukan intervensi lanjutan, mulai dari penanganan kesehatan, hingga pemulihan mental.
Selama di rumah singgah, klien akan menerima layanan dasar: makanan hangat, tempat tidur yang layak, pakaian bersih, dan jika perlu—pengobatan. Tak berhenti di sana, pendampingan psikososial juga dilakukan agar mereka dapat kembali membangun harapan di tengah keterpurukan.
Durasi tinggal di rumah singgah berkisar antara satu hingga tujuh hari. Namun, jika asesmen menyatakan masih diperlukan, layanan ini bisa diperpanjang. Semua disesuaikan dengan kebutuhan tiap individu.
“Rumah singgah ini adalah bentuk pertolongan pertama. Tempat untuk kembali merasa aman, meski hanya sementara,” kata Marwati dengan mata yang penuh ketulusan.
Di balik bangunan sederhana itu, tersimpan semangat besar: memberi ruang untuk pulih. Di saat seseorang kehilangan segalanya, rumah singgah menjadi titik nol—tempat mereka memulai langkah pertama untuk bangkit kembali. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post