PRANALA.CO, Samarinda – Pemerintah Kota Samarinda, melalui Dinas Perhubungan (Dishub), tengah mematangkan solusi untuk mengatasi dampak larangan pelajar SMP dan SMA membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Solusi tersebut berupa pengadaan angkutan massal yang direncanakan akan segera direalisasikan.
Kepala Dishub Kota Samarinda, Hotmarulitua Manalu, mengungkapkan bahwa rencana tersebut telah disusun sejak 2024 dan kini tinggal menunggu arahan lebih lanjut dari Wali Kota Samarinda.
“Perencanaan sudah siap, tinggal bagaimana tindak lanjut dari Pak Wali Kota. Ini sudah kami bahas sejak tahun lalu,” kata Manalu.
Larangan pelajar membawa kendaraan bermotor ke sekolah telah menjadi kebijakan resmi Pemkot Samarinda. Selain itu, pihak sekolah juga dilarang menyediakan lahan parkir untuk kendaraan pelajar. Aturan ini akan segera diberlakukan setelah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda mengeluarkan surat edaran ke seluruh sekolah.
“Nanti Disdikbud akan menyurati seluruh sekolah untuk menerapkan aturan ini. Secepatnya akan berlaku,” tegas Manalu.
Aturan tersebut merujuk pada Surat Edaran Nomor 500.11.1/021/100.05 serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya Pasal 81 ayat (2) huruf a, yang menyebutkan bahwa individu yang belum berusia 17 tahun tidak diperkenankan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) C untuk kendaraan roda dua.
Menurut Manalu, pelajar yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi yang akan diatur bersama pihak sekolah. Namun, ia menegaskan bahwa yang terpenting saat ini adalah memastikan aturan tersebut berjalan terlebih dahulu.
Akademisi Unmul: Larangan Saja Tidak Cukup, Pemkot Harus Siapkan Solusi
Menanggapi kebijakan tersebut, Saipul Bahtiar, akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Unmul), menilai bahwa Pemkot Samarinda perlu menyediakan solusi yang lebih komprehensif. Ia mempertanyakan apakah larangan membawa kendaraan bermotor ke sekolah merupakan solusi terbaik untuk mengurangi kemacetan dan menekan angka kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar.
“Apakah melarang siswa membawa kendaraan ke sekolah menjadi solusi terakhir bagi Pemkot Samarinda? Atau ada langkah lain yang bisa diambil?” tanya Saipul.
Ia juga menyoroti potensi dampak kebijakan tersebut terhadap para orang tua yang tidak dapat mengantar anak-anak mereka ke sekolah. Menurut Saipul, banyak orang tua yang mengandalkan motor sebagai sarana transportasi anak-anak mereka karena keterbatasan waktu dan kesibukan pekerjaan.
“Kebijakan ini harus dibarengi dengan solusi nyata dari Pemkot, seperti menyediakan angkutan umum yang memadai,” jelas Saipul.
Ia mengingatkan bahwa Samarinda saat ini tengah berkembang menjadi kota metropolitan. Seiring dengan perkembangan tersebut, fasilitas umum, termasuk transportasi massal, harus disiapkan untuk mendukung kebutuhan masyarakat, terutama pelajar.
“Di era 80-90an, kita punya halte dan titik pemberhentian kendaraan umum di sekolah dan kampus. Tapi sekarang, halte yang representatif bisa dihitung dengan jari,” ungkapnya.
Saipul menilai minimnya fasilitas transportasi umum di Samarinda menjadi tantangan besar dalam menerapkan kebijakan larangan pelajar membawa motor. Oleh karena itu, ia mendorong Pemkot untuk melibatkan pemerintah provinsi dalam penyediaan angkutan umum dengan skema pembagian anggaran.
“Pemkot dan Pemprov Kaltim bisa bekerja sama dalam skema sharing anggaran untuk pengadaan angkutan umum ini. Jika fasilitas memadai, maka kebijakan ini akan lebih mudah diterima masyarakat,” usul Saipul.
Saipul juga menambahkan bahwa rekayasa lalu lintas dan penataan halte yang representatif di titik-titik strategis sekolah menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh Pemkot Samarinda.
“Transportasi massal yang aman, nyaman, dan terjangkau akan memberikan solusi jangka panjang, tidak hanya untuk pelajar, tetapi juga bagi masyarakat umum,” pungkasnya. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post