pranala.co – Selama pandemi COVID-19 tumbuh kembang anak di Indonesia dinilai telah mengalami sedikit perubahan siklus. Baik dari segi pendidikan formal, kesehatan, pola pergaulan hingga kematangan psikis.
Salah satu pemerhati anak dari Bontang Kalimantan Timur, Trully Tisna Milasari, S.Psi mengatakan keterbatasan interaksi normal saat ini menjadi salah satu tantangan untuk tumbuh kembang anak.
Trully melihat, saat ini proses perkembangan anak telah mengalami perubahan. Akhirnya, terdapat pola dan siklus pertumbuhan yang hilang.
Anak usia dini misalnya. Kebutuhan mereka untuk bermain dan mengeksplor hal-hal baru menjadi berkurang. Lantaran pembatasan gerak masyarakat demi memutus rantai pandemi Covid-19.
“Kalau keseharian mereka misalnya bisa bermain di taman, sekarang cuma main di sekitar rumah saja. akhirnya, pengalaman mereka untuk mencoba sesuatu melihat sesuatu akhirnya juga jadi berkurang,” kata Trully dihubungi media ini, Jumat (6/8)
Hal itu juga berlaku untuk anak-anak yang remaja. Kemampuan mereka untuk berorganisasi, melatih mental, dan bersosialisasi juga harus berganti secara daring.
“Akhirnya pola komunikasi anak-anak sekarang kan jadinya pendek-pendek,” jelasnya.
Untuk itu, dalam kondisi ini orangtua memiliki kontrol yang sangat berpengaruh. Trully menegaskan saat ini pengendali utama berada di lingkup keluarga. Jadi jika ketahanan keluarga itu kurang, maka akan berdampak kepada anak-anak.
“Kalau orangtua cuek dan tidak perhatian, pasti ada kualitas yang berbeda,” tegasnya.
Selain itu untuk proses pendidikan formal, peran orangtua lagi-lagi harus lebih banyak. Kata Trully bahkan orangtua dengan pendidikan yang rendah sekalipun mau tidak mau harus bisa menyesuaikan.
Misalnya terdapat orang tua yang semula yang gagap teknologi, kondisi saat ini memaksa mereka harus ikut belajar mengenal perkembangan yang ada. Artinya, baik orangtua dan anak harus sama-sama belajar dan bertanggung jawab dalam mempertahankan generasi yang maksimal.
Trully bilang, bentuk tanggung jawab tersebut bukan hanya memberikan mereka fasilitas laptop atau gawai. Tapi juga perlu memberikan pendampingan saat proses pembelajaran berlangsung.
Orang tua sesekali juga harus membaca materi pembelajaran anak. Agar nantinya proses tanya jawab untuk merangsang pengetahuan anak, bisa lebih maksimal.
“Pada dasarnya handphone dan laptop itu sifatnya netral. Ketika di tangan yang benar, fungisnya juga akan bagus, tapi kalau tidak diberikan pendampingan efeknya akan berbeda,” jelasnya.
Tak hanya soal pendampingan, Trully juga mengingatkan agar orangtua harus memperhatikan emosi yang sesuai, dan harus lebih mengerti kondisi anak. Artinya dalam proses pembelajaran, nilai bukan menjadi tujuan utama. Namun, proses pembelajaran yang harus diperhatikan.
“Jadi, orangtua tidak perlu memberikan tuntutan terlalu besar kepada anak-anak,” terangnya.
Tak cukup hanya dengan peran orang tua, lembaga pembelajaran atau sekolah juga harus mulai merubah siklus pembelajarannya.
Kata Trully metode pembelajaran harus lebih menarik. Targetnya siswa tidak hanya didrill untuk menyelesaikan materi pembelajaran, tapi membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mudah dipahami harus menjadi tanggung jawab sekolah atau guru.
“Semua elemen harus kerja sama demi pendidikan yang tetap berkualitas selama masa pandemi,” tandas Trully. [*]
Discussion about this post