pranala.co – Islam mengakar kuat di Pulau Kalimantan, seiring dengan perkembangan Islam di bumi nusantara. Ada banyak teori tentang kapan Islam masuk di Kalimantan.
Marzuki dalam Tarikh dan Kebudayaan Islam menjelaskan, di Pulau Kalimantan, Islam masuk melalui pintu timur. Kalimantan Timur pertama kali diislamkan oleh Datuk Ri Bandang dan Tunggang Parangan.
Kedua mubalig ini datang ke Kutai (Kalimantan Timur) setelah orang-orang Makassar masuk Islam. Islamisasi di sini dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar 1575 M.
Teori lain menyatakan, Islamisasi Kalimantan mungkin berlangsung atau dimulai dari Kerajaan Brunei. Pada masa itu, Brunei merupakan pelabuhan dagang yang paling terkenal di Kalimantan.
Menurut Didik Pradjoko dkk, dalam Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah di Indonesia, sebelum muncul Kerajaan Banjarmasin, di sebelah barat laut pulau ini terdapat kota pelabuhan terkenal, yaitu Lawe dan Tanjungpura. Kedua tempat ini berseberangan dengan pantai Utara Jawa. Karena itu, hubungan perdagangan banyak dilakukan dengan kota pelabuhan yang ada di pantai utara Jawa.
Tanjungpura dan Lawe di Kalimantan Barat melakukan hubungan pelayaran dan perdagangan dengan Malaka dan Jawa. Menurut pengembara Portugis Tome Pires, raja dan masyarakat kedua tempat ini masih menyembah berhala, tetapi Tanjungpura tunduk kepada Pati Unus, raja di Jepara.
Pati Unus, yang menyerang Portugis di Malaka dan diidentifikasi dengan nama Pangeran Sabrang Lor dalam berbagai babad, jelas berasal dari Kerajaan Demak.
Karena itu, dengan adanya hubungan antara Tanjungpura dan para pedagang dari Jawa dan Malaka, mungkin di kalangan penduduk Tanjungpura sudah ada yang memeluk agama Islam.
Teori ini tentu sejalan dengan pendapat yang mengatakan, Islam masuk di Kalimantan dibawa oleh Sunan Bonang dan Sunan Giri pada abad ke-15 M, juga Sayid Ngabdul Rahman atau Khatib Baiyan.
Para penyiar Islam datang ke Kalimantan sambil berdagang, menyusuri su ngaisungai besar di Kalimantan. Secara berangsur- angsur, pengaruh Islam masuk ke seluruh wilayah Kalimantan.
Di kalimantan Timur, misalnya, masuknya Islam di daerah ini ternyata tidak hanya dibawa oleh penyiar dari Gresik, tetapi juga dari Bugis. Demikian pula, di Kalimantan Barat, datangnya pengaruh Islam berasal dari Palembang dan Semenanjung Malaka.
Di Kalimantan Tengah, Islam masuk melalui para pedagang melayu. Mereka sambil berdagang sekaligus menyiarkan Islam. Hal tersebut terjadi sekitar abad ke-16.
Doktor Sejarah Indonesia, Fakultas Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Uka Tjandrasasmita dalam Kedatangan dan Penyebaran Islam menjelaskan, kedatangan Islam di daerah Kalimantan Selatan, di kalangan keluarga raja Negara Dipa (dan kemudian Negara Daha) terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Tumenggung dan Raden Samudra, cucu Maharaja Sukarama dari Nagara Daha.
Menurut Hikayat Banjar, Raden Samudra mendirikan Kerajaan Banjar dengan dukungan Pati Masih, Balit, Muhur, Kuwin, dan Balitung. Konon untuk mengalahkan kekuasaan Pangeran Tumenggung, Raden Samudra meminta bantuan tentara kepada Kerajaan Demak. Namun, di antara bantuan itu juga terdapat seorang mubalig, yang disebut penghulu Demak.
Setelah Pangeran Tumenggung tunduk kepada Raden Samudra, Raden Samudra menjadi Muslim dengan gelar Sultan Suryanullah. Sejak sekitar 1550-an, Kalimantan Selatan mulai diislamkan.
Kedatangan Islam di Kalimantan Timur dapat kita ketahui dari Hikayat Kutai, yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datang dua orang mubalig yang bernama Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Mereka datang di daerah Kutai setelah mengislamkan masyarakat di Sulawesi Selatan. Setelah raja mahkota memeluk Islam, Tuan ri Bandang (Dato ri Bandang) kem bali ke Sulawesi Selatan, sedangkan Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai.
Raja mahkota masuk Islam setelah kalah dalam pertarungan kesaktian dengan mubalig tersebut. Peristiwa masuk Islamnya Raja Kutai dan mulai menyebarnya Islam di daerah sekitarnya, diperkirakan terjadi sekitar 1575.
Ketika Islam Menyebar di Kutai, Kalimantan Timur
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan, salah satu peradaban tertua se-Nusantara muncul di Kalimantan Timur. Sejauh ini, para peneliti telah menemukan tujuh yupa, yakni sejenis tiang batu yang fungsinya untuk menautkan hewan kurban.
Pada ketujuh benda tersebut, terdapat teks berbahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa dari permulaan abad kelima. Isinya menggambarkan puji-pujian dari para brahmana atas sikap dermawan Raja Mulawarman yang telah menyumbangkan 20 ribu ekor lembu untuk suatu perayaan besar.
Mulawarman merupakan cucu dari pendiri Kerajaan Kutai Martadipura, Kudungga. Sejak 350, kakeknya itu berkuasa tetapi belum banyak dipengaruhi kebudayaan Hindu (India). Pengaruh India mulai masuk di zaman pemerintahan ayah Mulawarman, Aswawarman. Ketika Mulawarman menjadi penguasa, Kutai Martadipura mengalami masa kejayaan sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara.
Kutai Martadipura berpusat di Muara Kaman, daerah yang kini kecamatan sebelah barat laut Samarinda. Tidak jauh dari sana, muara Sungai Mahakam juga menjadi pusat Kutai Kertanegara. Kerajaan ini didirikan pada 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti. Dia kemudian menikah dengan Putri Meneluh sehingga menurunkan silsilah raja-raja Kutai Kertanegara.
Etnolog Belanda Pieter Johannes Veth berpendapat, dua kerajaan Kutai tersebut merupakan bagian dari kekuasaan Majapahit yang berekspansi pada abad ke-14. Kitab Nagarakretagama menyebut kerajaan ini sebagai Tanjung Kute yang telah direbut Mahapatih Gajah Mada.
Majapahit Surut, Banjarmasin Menguat
Pada abad ke-15, pengaruh Majapahit mulai memudar di seluruh Nusantara. Setelah itu, Kutai Kertanegara berada di bawah pengaruh Kerajaan Banjarmasin yang dipimpin Pangeran Samudra, raja pertama Banjarmasin yang memeluk Islam.
Namun, pemerintahan tetap dipegang para raja Kutai Kertanegara yang mengirimkan upeti kepada Banjarmasin. Dapat dikatakan, mulanya pengaruh Islam di Kutai terjadi sejak ekspansi Kerajaan Banjarmasin tersebut.
Pada abad ke-16, Kutai Kertanegara yang dipimpin Anum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Maharaja Dharma Setia, penguasa Kutai Martadipura. Raja ke-13 Kutai Kertanegara itu kemudian menyatukan dua kerajaan tersebut. Jadilah kerajaan utuh bernama, Kutai Kertanegara ing Martadipura. [RE]
Discussion about this post