Gegara Corona, Tiga Tambang di Kukar Setop Beroperasi
EMITEN pertambangan batu bara PT Bayan Resources Tbk (BYAN) memperpanjang penghentian kegiatan operasional pertambangan tiga anak usahanya di Kalimantan Timur (Kaltim) seiring dengan masih terjadinya pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Tiga anak usaha tersebut yakni PT Bara Tabang (BT), PT Fajar Sakti Prima (FSP), da PT Indonesia Pratama (IP). Ketiganya sepakat memperpanjang penghenikan kegiatan operasional pertambangan di Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim. Penghentian kegiatan operasional itu sebetulnya sudah dimulai sejak 25 Maret 2020 dan semestinya berakhir 30 April.
“Perpanjangan penghentian kegiatan operasional tersebut akan dilakukan hingga 14 Mei 2020 di mana sebelumnya dihentikan hingga tanggal 30 April 2020,” kata dua direktur perusahaan, Alastair Mcleod dan Russel Neil, dalam keterangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (15/4/2020).
PT BT dan PT FSP adalah perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi dengan wilayah tambang di Kecamatan Tabang, sementara PT IP merupakan kontraktor dari PT BT dan PT FSP. PT IP telah memberitahukan perpanjangan atas penghentian kegiatan operasional tersebut kepada para sub-kontraktornya.
Perpanjangan penghentian kegiatan operasional tersebut dilakukan mengingat jumlah infeksi Covid-19 di Indonesia semakin meningkat, terutama bertambahnya jumlah orang yang di bawah pengawasan di Kaltim, dan guna melaksanakan prakarsa social distancing dari pemerintah untuk menghambat rantai penularan.
Sepanjang 2019, Bayan melaporkan penurunan laba bersih hampir 50% pada periode tersebut dari tahun 2018. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba bersih BYAN tercatat ambles 47,79% menjadi US$ 246,43 juta atau setara dengan Rp 4,03 triliun (asumsi kurs Rp 16.347/US$). Pada 2018, perseroan mampu membukukan laba bersih US$ 471,97 juta atau Rp 7,72 triliun.
Perusahaan milik Dato’ Low Tuck Kwong, salah satu orang terkaya Indonesia ini, juga mengalami penurunan pendapatan karena harga batu bara mengalami masa sulit di tahun lalu. Pendapatan BYAN sebesar US$ 1,39 miliar pada 2019. Perolehan tersebut turun 17,01% dibandingkan pendapatan 2018 sebesar US$ 1,68 miliar.
Sementara itu, beban pokok pendapatan naik 8,73% menjadi US$ 902,23 juta. Item yang sama pada 2018 tercatat sebesar US$ 829,79 juta. Peningkatan signifikan terjadi pada beban keuangan perseroan yang tercatat naik hingga 122,52% menjadi US$ 9,55 juta. Padahal beban keuangan perseroan pada 2018 tercatat hanya US$ 4,29 juta. (*)
Discussion about this post