pranala.co – Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas pembunuhan berencana Brigadir Yosua dan perintangan proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/02/2023).
“Terdakwa Ferdy Sambo S.H. S.I.K. M.H telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa. Putusan tersebut membuat ruang sidang menjadi riuh.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum. Adapun istrinya, Putri Candrawathi, dituntut delapan tahun penjara.
Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa membacakan hal-hal yang dianggap memberatkan Ferdy, antara lain: perbuatan dilakukan kepada ajudan sendiri, perbuatan mengakibatkan luka yang mendalam kepada keluarga Yosua, perbuatan telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Majelis hakim juga menilai perbuatan Ferdy tidak sepantasnya dilakukan sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri serta telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Selain itu menurut majelis hakim, Ferdy “berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya”.
Majelis hakim menilai tidak ada hal yang meringankan hukuman Ferdy. Ibu Yosua, Rosti Simanjuntak menangis mendengar vonis hakim. Ketika dimintai komentar oleh wartawan di ruang persidangan, ia hanya mengucapkan “Terima kasih dan bersyukur.”
Hakim: Tuduhan Pelecehan Seksual ‘Tidak Masuk Akal’
Selama ini, Ferdy Sambo bersikeras bahwa ia tidak merencanakan pembunuhan Yosua. Ia mengaku “diliputi emosi” mendengar kabar istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan secara seksual oleh Yosua. Namun, hakim menyatakan dugaan pelecehan seksual Putri Candrawathi tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Hakim menyebut tidak tampak adanya gangguan stres pascatrauma pada Putri. Hakim juga menilai tindakan Putri menemui Yosua usai dugaan pelecehan seksual terjadi terlalu cepat. Hal itu dianggap hakim tidak sesuai dengan profil korban kekerasan seksual.
“Bahwa dari pengertian gangguan stres pascatrauma dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual perilaku Putri yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju proses pemulihan,” kata hakim.
Selain itu, hakim menganggap bahwa dalam hal relasi kuasa, Putri Candrawathi yang berstatus istri Kadiv Propam Polri menduduki posisi dominan atas Yosua yang berstatus ajudan, serta berpangkat brigadir. Karena itu, hakim menyatakan kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri.
“Sehingga sangat tidak masuk akal dalih korban kekerasan seksual yang disampaikan Putri,” ujar hakim.
Ibu Yosua, Rosti Simanjuntak, mengatakan setelah hakim menjatuhkan vonis hukuman mati pada Ferdy Sambo, ia sekarang berharap hakim memulihkan nama putranya.
“Kami menginginkan kepada hakim anak kami dipulihkan namanya, harkat dan martabatnya. Semua keluarga Hutabarat Simajuntak mengharapkan agar anak kami yang telah dirampas namanya mohon dipulihkan nama baiknya,” kata Rosa kepada wartawan.
Hakim menyatakan motif Ferdy Sambo membunuh Yosua tidak perlu dibuktikan karena bukan bagian dari delik pembunuhan berencana.
Ferdy dan Putri adalah dua dari lima terdakwa yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua pada Juli 2022 lalu. Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf — tiga terdakwa lainnya — akan menjalani sidang putusan pada 15 Februari. (*)
Discussion about this post