JAM dinding sudah menunjukkan pukul 07.00 WITA. Keisha Anwar segera mengencangkan dasi di seragam putih-birunya. Dia meminta tolong ibunya yang sedang bersiap pergi ke kantor untuk memfoto dirinya mengenakan setelan seragam rapi. Foto itu dikirim Keisha ke grup WhatsApp sekolahnya sebagai bukti kehadiran. Di dalam kamar, dia membuka laptop untuk mengikuti kelas online. Mata pelajaran pertama hari ini adalah matematika.
Sejak akhir Maret lalu, sekolah Keisha telah memulai PJJ alias Pembelajaran Jarak Jauh. Dia menempuh pendidikan SMP, sekolah swasta kesohor di Bontang. Pada hari biasa, Keisha bangun pukul 05.00 WITA untuk bersiap ke sekolah. Tapi sekarang karena sekolah jarak jauh, Dia bisa tidur lebih lama. Absensi untuk PJJ dimulai dari pukul 07.00 WITA. Jika sampai pukul 07.15 WITA murid tidak kelihatan batang hidungnya, maka akan dianggap absen.
“Enaknya aku bangun lebih siang. Terus kalau belum mandi nggak ketahuan, deh,” tawa Keisha saat dihubungi Pranala.co. Harusnya 15 Juli 2020 kemarin, sekolah Keisha akan kembali melakukan pembelajaran secara normal, tapi rencana itu dibatalkan karena pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan perbaikan.
Di rumahnya di Kompleks Bukit Sekatup Damai (BSD), Bontang Utara, Keisha tinggal bersama orangtua dan satu adiknya yang masih di bangku SD dan kakaknya sebagai mahasiswa. Namun kakaknya yang terakhir masih sambil menyelesaikan skripsi. Laptop pun dipakai berdua dengan sang kakak. Jika kakaknya sedang membutuhkan laptop, mau tak mau Keisha mengerjakan tugas di sekolah dengan handphone. Walaupun kondisi rumahnya lumayan berisik, dia lebih suka belajar di rumah.
“Aku sih nggak masalah. Malah menurut aku lebih konsentrasi. Kalau di sekolah suka digangguin teman atau diajak ngobrol,” tuturnya. Tapi ada pula hal yang dia rindukan. “Nggak enaknya itu aku nggak bisa ketemu dan main sama teman-teman. Selama ini main di rumah aja dan nggak boleh jauh-jauh.”
Meski lebih konsentrasi, dia merasa materi yang disampaikan guru kurang jelas. Setiap ada materi baru, gurunya hanya mengirimkan link YouTube atau melalui dokumen dalam bentuk PDF dan Word. Sementara isinya, murid diminta menafsirkan sendiri. Hanya beberapa guru saja yang masih rutin mengadakan video call untuk menjelaskan materi.
“Itu pun paling seminggu maksimal dua kali aja. Kebanyakan mereka kirim materi terus langsung dikasih tugas, kadang bingung juga ngerjain-nya gimana,” keluhnya.
Selain itu, semenjak PJJ, banyak temannya yang mengeluh boros kuota. Karena begitu banyak materi pelajaran yang wajib diunduh. Beruntung di rumahnya Ita sudah memasang jaringan wifi. Sementara jika mengandalkan kuota internet harian akan lebih boros. “Itu juga alasan kenapa guru nggak mau video call, karena internetnya nggak stabil. Kemarin juga yang pakai mobile data akhirnya dibeliin kuota tambahan sama sekolah,” katanya.
Pun sama dengan Marina. Sejak kedua anak perempuannya belajar di rumah, perannya jadi merangkap. Bukan hanya sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta, kini dia juga harus menjadi guru untuk kedua anaknya. Situasi yang membuat para orangtua terpaksa menjadi guru dadakan membuat mereka kewalahan.
“Kemarin habis rapat orangtua secara online dan mereka pada ngeluh nggak punya me time, nggak bisa manikur pedikur,” tawa Marina yang menyekolahkan anaknya di salah satu sekolah swasta di daerah Bontang Barat.
Dia masih beruntung karena memiliki jadwal kerja yang fleksibel. Sambil mengurusi dagangannya, mulai pagi sampai siang, Marina bisa menemani anaknya yang masih kelas 5 SD dan TKB belajar secara daring di rumah. Mengajari anak yang masih kecil memang banyak tantangannya. Baginya sendiri terutama anak paling kecil. Mereka harus didampingi terus menerus.
“Makanya saya nggak kebayang kalau orang tuanya work from office tapi masih punya anak kecil. Gimana cara belajarnya saya nggak paham. Karena dari pengalaman sendiri harus diawasin, anak TK gitu kalau belajar pasti sambil ke mana-mana lah,” ucap Marina
Kejadian di atas menjadi cerminan kendala belajar di rumah. Mungkin jua dialami orangtua lainnya. Masalah ini pun sudah sampai di telinga Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni. Orang nomor satu di Bontang pun mahfum. Belajar di rumah memang tak biasa. Hasilnya pun tak sama dengan tatap muka.
“Banyak keluhan. Ada yang merasa susah belajar via daring. Ada juga kendala di kuota internet sampai tidak punya ponsel,” kata Neni.
Menurut Neni, masalah siswa ini harus dicarikan solusi secepatnya. Makanya, Pemkot Bontang berencana memberikan paket data kepada pelajar dari tingkat SD sampai SMA. Setiap siswa bakal dapat paket data senilai Rp 21 ribu tiap bulan.
Kebijakan itu diambil untuk mendukung sistem pembelajaran non tatap muka di sekolah alias online yang digagas pemerintah. Rencananya kebijakan tersebut diimplementasikan pada awal Agustus 2020 mendatang. Paket data tersebut bakal diberikan kepada pelajar setiap bulan. Kebijakan tersebut berlaku selama pandemi Covid-19 belum hilang dari Kota Bontang.
“Siapa tahu covid, 2 bulan selesai. Jadi per bulan. Kemarin pertemuan dengan gubernur difasilitasi untuk menggunakan TelkomCloud. Alhamdulillah, kita bisa diberikan paket murah, dengan Rp21 ribu insha allah menjangkau semua,” ungkapnya.
Disinggung terkait anggaran, Neni menyebut kebijakan tersebut menggunakan APBD Kota Bontang bidang pendidikan. “Anggaran pakai APBD Bontang, di luar anggaran Covid-19,” tuturnya.
Saat ditanya lebih mendalam terkait teknis penganggaran dan pelaksanaan di lapangan, Neni tak bisa menjawab. Lantaran dirinya dalam posisi sebagai penentu kebijakan, bukan pelaksana teknis program. “Tanya sama Pak Harto (Kadisdik). Ada hitungannya (siswa) yang punya HP berapa. Kalau nilainya ada bagian perencanaan,” katanya.
Terkait siswa yang tak memiliki smartpohone, Neni mengatakan pihaknya juga tengah menyiapkan program lain. Salah satunya dengan bekerja sama dengan televisi kabel di Bontang menyiarkan program edukasi yang dapat diakses oleh warga Bontang.
“Metode pembelajaran ortu dan anak bisa menyaksikan di televisi agar tak jenuh. Bagi tak punya hp secara general dengan TV. Bila tak punya HP dan TV, maka kita bikin LKS ( Lembaran kerja siswa) yang dibuat guru. Semua sudut kita akan lengkapi metode pembelajaran,” urainya.
Neni memastikan tak ada syarat khusus. Seluruh pelajar Kota Bontang berhak menerima kebijakan pemberian paket data tersebut. “Gak ada syarat khusus. Pelajar dari SD sampai SMA,” ucapnya.
Ditambahkan Neni, 1 Agustus 2020 mendatang pemerintah bakal meluncurkan Sistem Pembelajaran Juara Aktif Global Optimis atau disebut Simpeljago. “Bahwa anak-anak bisa bergembira belajar di rumah,” ucapnya. (*)
Discussion about this post