Pranala.co, SAMARINDA – Laju ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) mulai kehilangan tenaga. Di kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi Benua Etam melambat, dipicu menurunnya konsumsi rumah tangga dan tajamnya kontraksi belanja pemerintah daerah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Timur, Budi Widihartanto, menyebut konsumsi rumah tangga tumbuh 4,58 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,33 persen (yoy).
“Perlambatan ini wajar. Setelah euforia Idulfitri pada kuartal pertama, pola konsumsi masyarakat kembali normal,” jelas Budi dalam keterangannya, Rabu (8/10).
Penurunan daya beli masyarakat juga terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Dari sebelumnya 151,67 dan 153,56, kini masing-masing turun menjadi 146,75 dan 149,44. Artinya, optimisme warga terhadap kondisi ekonomi mulai melemah.
Yang paling menekan pertumbuhan ekonomi Kaltim adalah kontraksi belanja pemerintah daerah. Pada kuartal II/2025, belanja pemerintah turun 18,64% (yoy). Padahal, di kuartal pertama masih tumbuh positif 5,58% (yoy).
“Penurunan tajam ini terutama karena merosotnya belanja operasional APBD hingga -19,7% (yoy),” kata Budi.
Penyebabnya antara lain perubahan kebijakan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pegawai negeri yang pada tahun ini seluruhnya dibayarkan di kuartal I. Tahun lalu, pembayaran dilakukan bertahap di dua kuartal.
Akibatnya, belanja pegawai APBD yang sebelumnya tumbuh 16% kini hanya naik 3,1% (yoy). Sedangkan belanja barang dan jasa anjlok 19%, dan belanja hibah bahkan merosot hingga 83% (yoy).
Kebijakan efisiensi nasional juga ikut menekan realisasi belanja di Kaltim. Implementasi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan belanja negara membatasi berbagai kegiatan seperti rapat koordinasi, acara seremonial, dan perjalanan dinas.
Belanja pemerintah pusat di Kaltim pun ikut melambat. Belanja pegawai dari APBN turun dari 8,28% menjadi 5,37% (yoy).
Sementara transfer ke daerah menyusut 10,37% (yoy), dipicu turunnya Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 11,90% dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang terkontraksi 9,83% (yoy).
Menurut Budi, penurunan DBH ini erat kaitannya dengan turunnya Harga Batubara Acuan (HBA) tahun 2024, yang menjadi basis utama penerimaan daerah penghasil sumber daya alam.
“Karena royalti batu bara turun, otomatis penerimaan DBH untuk Kaltim ikut terkoreksi,” ujarnya.
Selain faktor-faktor tadi, kebijakan sentralisasi pembayaran tunjangan profesi guru sejak Maret 2025 turut memperlambat realisasi DAU di daerah.
Kondisi ini menjelaskan mengapa roda ekonomi Kaltim pada kuartal II tahun ini berputar lebih lambat. BI Kaltim menilai, pemulihan bisa terjadi di semester berikutnya jika belanja pemerintah kembali meningkat dan konsumsi rumah tangga stabil. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami









