pranala.co – SKK Migas, Badak LNG dan KKKS penghasil gas di Kalimantan Timur menandatangani Bontang Processing Agreement (BPA) sebagai bentuk kepastian hukum pengolahan gas bumi dari sejumlah pemasok menjadi liquefied natural gas (LNG) dan liquefied petroleum gas (LPG).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menilai positif penandatanganan kesepakatan tersebut untuk menjamin kelanjutan investasi di sisi hulu migas yang terhubung dengan kilang Bontang tersebut mendatang.
“Dengan kerja sama yang baik akhirnya terdapat underlying document yang resmi, mengenai kegiatan pemrosesan gas di Kilang Badak LNG sebagai tindak lanjut atas penetapan menteri keuangan,” kata Dwi seperti dikutip dari siaran pers, Senin (13/2/2023).
Hadir dalam penandatanganan itu Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Wiko Migantoro, Presiden Direktur Badak LNG Gema Iriandus Pahalawan serta pimpinan KKKS PHM, PHKT, PHSS, ENI Muara Bakau, ENI East Sepinggan dan Chevron Rapak.
Penandatanganan BPA dapat memberi kepastian investasi bagi investor terkait dengan pelaksanaan operasional ,serta tata kelola hulu migas yang lebih baik di kawasan tersebut.
Menurut Dwi, Kilang LNG Badak, memegang peranan yang krusial dalam upaya pencapaian lifting gas nasional. Berdasarkan pencatatan SKK Migas, 41 persen volume produksi LNG nasional atau setara dengan 81 kargo diproses di Kilang LNG Badak.
Sementara, dari penjualan LNG tersebut, penerimaan negara yang disetor mencapai US$2,76 miliar atau sekitar Rp41 triliun. Di sisi lain, dia meminta PT Badak LNG untuk melakukan upaya efisiensi penggunaan gas terkait dengan upaya optimalisasi penerimaan negara mendatang.
Sementara itu, Nicke menilai positif upaya SKK Migas untuk mendorong peningkatan produksi hulu migas yang belakangan mulai terlihat naik kembali. Dia berharap tren peningkatan produksi dan lifting migas nasional itu dapat berlanjut untuk jangka panjang.
“Kita memerlukan transisi energi yang sifatnya handal yaitu gas dan kita memiliki potensi gas yang masih bisa kita tingkatkan,” tuturnya.
Sebagai pengingat. Sebelumnya, SKK Migas melaporkan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dari sektor hulu migas sepanjang 2022 menembus US$18,19 miliar atau setara dengan sekitar Rp269 triliun.
Realisasi setoran dari sektor hulu migas itu mencapai 183 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar US$9,95 miliar atau setara dengan Rp149,94 triliun.
“Jika dibandingkan dengan data penerimaan negara sejak 2016, maka penerimaan di tahun 2022 adalah yang paling besar,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi saat jumpa pers di Kantor SKK Migas, Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Penerimaan bagian negara yang besar itu dipengaruhi oleh reli harga migas di pasar dunia yang masih menguat hingga awal tahun ini.
Di sisi lain, tambahan penerimaan juga diperoleh dari meningkatnya penjualan dari spot LNG, FTG, dan perdagangan lainnya di kisaran US$2,07 miliar atau sekitar Rp30,6 triliun. Realisasi realisasi lifting minyak dan salur gas sepanjang 2022 masih berada di bawah target yang ditetapkan dalam APBN.
Berdasarkan catatan SKK Migas, realisasi lifting minyak pada tahun lalu mencapai 612,3 ribu barel minyak per hari (Mbopd) atau hanya mencapai 87,1 persen dari target yang dipatok dalam APBN di level 703 Mbopd. Sementara realisasi salur gas sepanjang 2022 tertahan di angka 5.347 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) atau hanya mencapai 92,2 persen dari target yang dipatok sebesar 5.800 MMscfd. (*)
Discussion about this post