pranala.co – Penemuan tambang ilegal di sekitar Waduk Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) akhirnya ditindaklanjuti. Setelah informasi temuan ini beredar, belasan personel pun turun ke lokasi kemarin, Kamis (23/12).
Hal itu dilaporkan langsung oleh UPTD Taman Bukit Soeharto. Mengingat aktivitas pengerukan itu masuk wilayah Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto.
Sekira pukul 08.00 Wita, aparat penegak hukum berangkat dari Kota Samarinda dan berkumpul di pos Kilometer 45, poros Samarinda-Balikpapan di Jalan Soekarno-Hatta. Ada dua titik yang disambangi oleh petugas yaitu di Kilometer 48 dan Margomulyo, Kecamatan Samboja.
Dari arah Kilometer 48, ditemukan ekskavator berwarna oranye yang ditinggalkan pemiliknya. Diduga, alat berat tersebut ditinggalkan lantaran telah mengetahui akan ada razia yang digelar petugas.
Petugas lalu melepas sejumlah spare part alat berat di area hutan konservasi tersebut. Spare part alat berat yang berfungsi menggerakkan ekskavator itu diamankan sebagai barang bukti petugas.
Selanjutnya, petugas juga mendatangi Kelurahan Margomulyo. Di sana petugas mendapati sejumlah lokasi akses masuk telah ditutup tanah dengan menggunakan alat berat. Diduga juga telah mengetahui, petugas juga tidak menemukan apa pun, baik itu alat beratnya untuk dilakukan penindakan.
Aktivitas tambang ilegal di tahura terdapat beberapa titik. Selain di Margomulyo dan Kilometer 48, juga terdapat di perbatasan Kukar dan Penajam Paser Utara (PPU). Kawasan tersebut biasa disebut dengan Bukit Tengkorak. Sebagian kawasan penambangan di Bukit Tengkorak masuk tahura. Sedangkan sebagian lagi masuk area penggunaan lain (APL).
Ironinya, aktivitas tambang liar di Bukit Tengkorak dilakukan secara terang-terangan. Sebenarnya, petugas UPTD Tahura sendiri sering melakukan patroli dan peneguran hanya saja memang tak diindahkan. Lantaran alat berat dan aktivitas galian tersebut berada di border tahura.
“Jadi harus benar-benar kerja sama melakukan penindakan di sana. Baik aparat penegak hukum maupun instansi yang diberi kewenangan mengelola tahura. Termasuk juga Unmul (Universitas Mulawarman), BWS III Kalimantan hingga aparat penegak hukum,” jelas Rusmadi.
Dia menyebut, untuk kawasan Waduk Samboja yang juga kerap ditambang, meski masuk tahura, namun pengelolaannya berada di Balai Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan. Sehingga mestinya, harus dipersiapkan tim pengamanan di sekitar waduk untuk turut menghalau aktivitas penambangan liar di sana.
Keluhan mengenai tambang ilegal ini juga diutarakan oleh UPT Laboratorium Sumber Daya Hayati Kalimantan (LSHK) yang mengelola Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto (HPPBS) Pusrehut Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
“Tambang (batu bara) di tahura kan sudah rahasia umum. Banyak kerusakan terjadi akibat aktivitas penambangan ilegal,” ungkap Kepala UPT LSHK Sukartiningsih.
Dikatakan dalam sejumlah kasus, pihaknya sudah melaporkan ke pihak berwajib. Terakhir, temuannya pada 25 Oktober, di mana dirinya sendiri turun ke lokasi tambang ilegal.
“Saya temukan sendiri. Alat berat melakukan pengupasan. Saya langsung lapor ke Polda Kaltim,” katanya.
Laporan yang dibuat pada 2 November itu pun diserahkan ke Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah laporan tersebut, Sukartiningsih menjelaskan tim dari Polda Kaltim sudah turun ke lokasi pertambangan ilegal. Dan mengamankan alat berat. Termasuk memasang garis polisi di lokasi pertambangan. Saat itu pihaknya juga diminta menyediakan ahli untuk memastikan lokasi yang ditambang apakah masuk KHDTK atau tidak.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Eduward Hutapea menjelaskan, hingga kini ada dua kasus yang dilaporkan ke pihaknya terkait aktivitas tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto. Salah satunya ada penanganan di Polda Kaltim. Untuk kasus kedua, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kaltim.
“Dalam penanganan kasus seperti ini, Balai Gakkum dapat menangani permasalahan dimaksud dalam hal second line. Apabila pihak pemerintah daerah tidak dapat atau tidak melakukan penanganan sesuai ketentuan,” ucap Eduward.
Untuk itu, Balai Gakkum KLHK masih mendorong penyelesaian dan saat ini dalam perencanaan Dinas Kehutanan/UPT Tahura sebagai tindak lanjut focus group discussion (FGD) Permasalahan Tahura yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
“Sementara kami tunggu proses dimaksud,” ungkapnya.
Eduward menambahkan, terkait tahura, pengelolaannya ada pada Dinas Kehutanan Kaltim melalui UPT Tahura. Dalam hal tersebut, Gakkum KLHK memberikan bantuan dan dorongan permasalahan yang timbul terkait ancaman kawasan hutan.
Termasuk pelaksanaan FGD Permasalahan Tahura. Yang bertujuan memetakan permasalahan dan penyusunan rencana penanganan.
“Gakkum KLHK mendukung upaya-upaya pihak pengelola, seperti UPT Tahura dan pemegang izin KHDTK yakni KHDTK Unmul dan Balitek LHK Samboja,” jelasnya. [bas]
Discussion about this post