PULUHAN karyawan dan eks karyawan Rumah Sakit Haji Darjad, Samarinda melaporkan pelanggaran upah yang diduga dilakukan manajemen. Mereka yang kini tercatat masih aktif bekerja dan memutuskan resign dari sana, hingga kini belum mendapatkan haknya secara laik.
Kondisi kekurangan gaji ini bahkan diduga telah terjadi selama bertahun-tahun, dimana gaji puluhan karyawan dan eks karyawan RS Haji Darjad Samarinda yang mereka terima tidak sesuai dengan Upah Minimum Regional. Puncak masalah ini sendiri terjadi pada Desember 2022, ketika mereka hanya mendapatkan separuh gaji.
Deny Boy, salah satu tim hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum–Komando Anak Putra Asli Kalimantan (LKBH-KAPAK), sekaligus kuasa hukum 21 karyawan dan eks karyawan RSHD mengatakan, sudah melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Timur.
“Apa yang dikeluarkan (anjuran, Red.) Disnaker kota itulah harapan kami. Kami sudah buat surat ke Disnaker kota mengenai ajuran tersebut, dimana kami menyetujui atas anjuran tersebut, dan menunggu risalah atas surat kami tersebut. Disnaker juga mengirim anjuran tersebut ke manajemen rumah sakit, namun kelihatannya tidak ada tanggapan,” katanya, saat ditemui di Bagios Cafe, Minggu 11 Juni 2023.
Bagi Deny Boy, jika tak ada tanggapan dari manajemen RSHD, maka salah satu jalan keluarnya adalah membawa masalah ini ke Persidangan Hubungan Industrial atau PHI. PHI sendiri merupakan pengadilan khusus. Dibentuk di pengadilan negeri, pengadilan ini berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Menurut Deny Boy, kasus ini juga bakal dibawa ke tingkat pidana. Pasalnya, manajemen RSHD diduga tidak melaksanakan aturan normatif sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja. Diantaranya Tunjangan Hari Raya yang tidak dibayar sesuai aturan, gaji separuh, dan dibawah UMR.
Disamping itu, hal lain yang mengejutkan juga diungkap Deny Boy. Katanya, oknum manajemen RSHD diduga sengaja melaporkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan gaji UMR. “Tapi yang diterima karyawan dibawah UMR. Itu pelanggaran,” ujarnya.
Selain itu, Deny Boy menegaskan, dari hasil anjuran yang harus dibayarkan manajemen RSHD sekira Rp 1 miliar. Nilai tersebut merupakan akumulasi dari hak-hak karyawan dan eks karyawan seperti uang pesangon, kekurangan gaji, UMR, dan THR.
“Anjuran dari Disnaker kota juga kami ikuti, tapi keliatannya manajemen (RSHD, Red.) yang belum. Selain itu anjuran Dinasker kota dari 21 karyawan dan eks karyawan itu gajinya memang kurang, apalagi BPJS juga tidak dibayar sejak bulan Oktober 2022 hingga saat ini,” bebernya.
Sementara itu, media ini berupaya melakukan konfirmasi kepada manajemen RSHD pada Senin 12 Juni 2023, sekira pukul 13.56 Wita melalui nomor (0541) 732698. Sayangnya, belum ada jawaban yang jelas. Hal ini diungkapkan resepsionis bernama Salmawati.
Ia menyatakan wartawan yang ingin mewawancarai manajemen RSHD harus atur janji dan konfirmasi lebih dulu. Media ini pun kembali berupaya mengatur janji dan menanyakan kapan bisa mengkonfirmasi secara langsung manajemen RSHD. Sayangnya, justru tidak ada kepastian lantaran manajemen RSHD disebut tidak berada di tempat. “Saya belum bisa pastikan, saya tidak berwenang,” ucapnya.
Tak cukup sampai disitu. Pada Selasa 13 Juni 2023, media ini kembali berupaya melakukan konfirmasi lebih lanjut untuk mencari nomor kontak salah satu manajemen RSHD. Sayangnya hasil tersebut nihil saat media ini bertanya melalui karyawan dan eks karyawan RSHD.
Media ini lalu berupaya kembali dengan mendatangi RSHD di Jalan Dahlia, Nomor 4, Selasa 13 Juni 2023. Riska, salah seorang resepsionis RSHD yang menerima media ini mengatakan, manajemen RSHD sedang tidak berada di tempat.
Upaya terakhir untuk membuat janji temu dengan manajemen RSHD juga sia-sia lantaran resepsionis yang berjaga sekira pukul 10.00 Wita hari ini itu mengaku tidak mengetahui apa-apa kapan manajemen RSHD ada di tempat.
TAK PUNYA ITIKAD BAIK
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda, Wahyono Hadi Putro, mengatakan kasus pengupahan yang dilakukan manajemen RSHD sejatinya sudah diselesaikan lewat putusan anjuran.
Sesuai prosedur, awalnya kedua belah pihak dipanggil untuk memberikan keterangan. Total laporan yang masuk sendiri sebenarnya ada 20 orang. Sementara 1 laporan lainnya dilakukan terpisah.
“Kami mediasi. Namun karena tidak ada kata sepakat, sesuai aturan, kami keluarkan putusan anjuran,” katanya, saat ditemui di kantor Disnaker Kota Samarinda, Senin 12 Juni 2023.
Kata Wahyono Hadi Putro, salah satu poin penting dalam putusan anjuran tersebut adalah manajemen RSHD harus membayar pelabagai hal yang diajukan karyawan dan eks karyawan dalam tuntutan. “Nominalnya banyak,” ujarnya.
Bagi Wahyono Hadi Putro, ada sejumlah kesalahan yang dilakukan manajemen RSHD. Diantaranya kekurangan upah hingga kontrak kerja. “Ada beberapa yang diputuskan (salah, Red.) dalam perselisihan ini. Dan itu dituntut semua oleh karyawan,” ucapnya.
“Kami menyelesaikannya sesuai aturan saja,” tegas Wahyono Hadi Putro.
Hasil dari mediasi ini pula, urai Wahyono Hadi Putro, manajemen RSHD tampak memberikan jawaban yang mengambang. Mereka memang menerima putusan anjuran, namun menurut versi manajemen RSHD sendiri.
“Suratnya itu intinya menerima, tapi menurut versinya sendiri, menerima untuk dimusyawarahkan,” paparnya.
Disamping itu, Hilman, mediator Disnaker Kota Samarinda menilai, manajemen RSHD tidak serius dalam menyelesaikan masalah ini. Pasalnya, jika ingin menyelesaikan hak yang dituntut karyawan dan eks karyawan, harusnya ada surat kesepakatan yang dibuat bersama supaya ada pegangan.
Jika tak menepati, maka jelas manajemen RSHD melakukan wanprestasi. Hal tersebut bahkan bis amenjadi dasar karyawan dan eks karyawan menggugat di pengadilan.
“Ini (manajemen RSHD, Red.) tidak mau. Begitu pula dari putusan anjuran itu kan sama. Itu tidak jauh berbeda dengan mediasi waktu itu,” jelasnya.
Hilman menguraikan, dalam penjelasannya, manajemen RSHD mengaku berempati dan berjanji akan membayar hak karyawan dan eks karyawan. Namun semua tak bisa segera dilakukan lantaran ada masalah keuangan.
Kendati begitu Hilman menekankan, jika manajemen RSHD sanggup membayar, maka harus dijelaskan kapan waktu pembayarannya. “Misalnya, tanggal sekian. Itu kan tidak berani dia (manajemen RSHD, Red.) dikejar begitu,” bebernya.
Sejak awal, menurut Hilman, manajemen RSHD tidak memiliki itikad baik. “Ceritanya saja mau ada itikad baik, mau membayar, tapi tidak jelas kapan. Digantung kan ini,” cetusnya.
Di lain sisi, jika persoalan ini masuk dalam ranah Pengadilan Hubungan Industrial atau PHI, Hilman yakin hakim akan menilai dengan seksama putusan anjuran yang dibuat Disnaker Kota Samarinda.
Makanya, meski hanya anjuran, terang Hilman, hal tersebut berdasar pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. “Kalau ada yang merasa putusan anjuran kami ini tidak dianggap, tidak juga begitu. Dari beberapa kasus, putusan anjuran tetap jadi rujukan,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post