pranala.co – Seperti tak ada habisnya, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) kembali melakukan penangkapan terhadap oknum yang memainkan harga solar subsidi untuk nelayan.
Kali ini, aksi tersebut dilakukan seorang pria berinisial ES dan terjadi di Kelurahan Saloloang, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Di mana pelaku melakukan perbuatan tersebut justru mendapat surat kuasa dari para nelayan, yang berdalih enggan ke titik SPBU-N karena jaraknya cukup jauh, di Desa Api-Api, Kecamatan Waru.
Meski ada surat kuasa, polisi menegaskan, bahwa tersangka melanggar kewenangan penyaluran solar bersubsidi.
“Hanya saja yang bersangkutan tak memiliki izin sebagai penyalur resmi BBM bersubsidi, juga tak memiliki surat penunjukkan dari pemerintah,” ujar Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yusuf Sutejo, saat konferensi pers pada, Jumat (22/4/2022).
Atas perbuatan ES, polisi pun menjeratnya dengan Pasal 40 tentang Perubahan Ketentuan dalam UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Angka 9 Pasal 55 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
Lebih jauh dijelaskan oleh Dir Polairud Polda Kaltim Komisaris Besar Pol Tatar Nugroho, kasus ini diungkap oleh Satgas BBM besutan Polairud Polda Kaltim dan jajarannya, yang mendapati keganjilan harga solar nelayan. Yang seharusnya solar subsidi itu seharga Rp5.150, namun ketika ditelusuri nelayan membelinya dengan harga Rp6.500.
Hal ini pun mulai diselidiki polisi. Dan mendapati ES selaku penyalur dari solar tersebut. “Dan dia ini melakukannya kurang lebih sudah 5 tahun,” imbuh Yusuf.
Akhirnya, pada Rabu (20/4/2022) polisi pun meringkus ES di sebuah warung di Kelurahan Saloloang saat hendak men-drop solar tersebut.
Bersama dengan penangkapan itu, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu solar sebanyak 2,3 ton, satu unit pikap dengan nomor polisi KT 8483 VB, dan dua buah tandon.
Dari hasil pengembangan polisi atas surat kuasa tersebut, rupanya didapati ada 127 nelayan yang meneken surat.
“Maka itu kami masih mendalami siapa saja nelayan yang memberikan surat kuasa terhadap tersangka,” tutur Yusuf.
Lanjut dia, jika dihitung dari awal ES melakukan perbuatan ini, kerugian negara sudah mencapai angka Rp6 miliar.
Tak hanya itu, Polairud juga menghadirkan langsung saksi ahli dari BPH Migas untuk menjelaskan lebih rinci terkait perbuatan tersangka yang telah melanggar hukum.
Di mana diterangkan oleh Ady Mulyawan R, selaku Koordator Hukum dan Humas BPH Migas jika perbuatan tersangka dengan mengatasnamakan sekelompok nelayan, namun tanpa alas hukum atau surat rekomendasi yang sah sebagai penyalur telah menyalahi aturan perundang-undangan.
“Dan jelas tersangka telah merugikan keuangan negara dan merugikan konsumen yang berhak atas solar subsidi tersebut,” ujar dia.
Senada dengan BPH Migas, Area Manager Communication, Relation & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Susanto August Satria yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut menyayangkan adanya penyelewengan harga yang dilakukan sejumlah oknum.
Sebab apa yang dilakukan oleh oknum tersebut turut berimbas pada kredibilitas Pertamina, yang kerap menjadi sasaran masyarakat jika terjadi kelangkaan solar.
“Sedangkan kami berpikir, sejak kapan Pertamina menaikkan harga solar. Padahal harganya masih tetap di Rp5.150,” kata Satria.
Dengan terungkapnya kasus ini, kata dia, menjadi jawaban terkait dugaan kelangkaan solar. Pun persoalan harga yang dikeluhkan oleh masyarakat.
“Ini yang ketiga kalinya kasus penyelewengan solar subsidi nelayan diselewengkan, dan muaranya selalu surat rekomendasi. Di sini yang ingin saya tegaskan adalah rekomendasi nelayan yang diberikan DKP harus clear,” tuturnya. (sad/id)
Discussion about this post