PRANALA.CO, SAMARINDA – Tingkat kemandirian fiskal Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami penurunan drastis, dengan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) berada di posisi terendah dalam empat tahun terakhir. Pada kuartal II/2024, DOF Kaltim tercatat hanya 48,66 persen. Menandakan tantangan besar dalam mengelola pendapatan asli daerah (PAD) tanpa bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
“Walau demikian, persentase ini menunjukkan ketergantungan yang relatif lebih rendah terhadap dana pusat dibandingkan beberapa provinsi lainnya,” ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Budi Widihartanto, Selasa (15/10/2024).
Penurunan DOF ini disebabkan oleh fluktuasi penerimaan asli daerah, yang mengindikasikan bahwa pendapatan dari sektor-sektor unggulan Kaltim belum mampu menopang kebutuhan fiskal secara penuh.
Sejak kuartal II/2020, DOF Kaltim mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada kuartal II/2020, DOF mencapai 64,62 persen, menunjukkan lebih dari separuh kebutuhan fiskal daerah dapat dipenuhi secara mandiri. Namun, pada kuartal IV/2020, DOF turun menjadi 51,44 persen, dan terus mengalami penurunan hingga menyentuh level 48,66 persen di kuartal II/2024.
Puncak tertinggi DOF Kaltim terjadi pada kuartal IV/2021, mencapai 72,37 persen. Namun, setelah itu, tren penurunan berlanjut hingga kini. Hal ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian fiskal dan memperkuat pendapatan asli daerah.
Meski secara keseluruhan DOF Kaltim menurun, ada kabupaten/kota yang menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kabupaten Penajam Paser Utara menjadi yang paling mandiri secara fiskal dengan DOF sebesar 30,46 persen pada kuartal II/2024, diikuti Kota Samarinda dengan 18,05 persen dan Kabupaten Berau dengan 10,30%. Ketiga wilayah ini berhasil menunjukkan tingkat kemandirian fiskal yang relatif tinggi dibandingkan daerah lain di Kaltim.
Menurut Budi, pertumbuhan DOF tahun 2024 mencapai 249,71% secara year-on-year (YoY), dengan sebagian besar dana dialokasikan untuk proyek-proyek infrastruktur strategis. “Dana ini digunakan untuk preservasi dan peningkatan jalan nasional, pengembangan jalan perbatasan, serta penyediaan perumahan di kawasan Ibu Kota Negara (IKN),” tambahnya.
Penurunan kemandirian fiskal ini menjadi tantangan serius bagi Kalimantan Timur. Dalam menghadapi pembangunan besar seperti proyek IKN, Kaltim harus mampu mengoptimalkan potensi PAD dari sektor pertambangan, kelapa sawit, hingga pariwisata.
“Dengan kemandirian fiskal yang kuat, Kaltim bisa lebih leluasa menentukan arah pembangunan tanpa ketergantungan pada dana pusat. Ini adalah PR besar bagi pemerintah daerah,” ujar Budi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Discussion about this post