ARAK-ARAKAN untuk mengantar pasangan calon mendaftar ke sejumlah kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah jelas berbahaya di masa pandemi ini. Komisi pemilihan, aparat keamanan, dan semua calon kepala daerah seharusnya mencegah kekonyolan yang bisa memperluas penularan Covid-19 itu.
Massa pendukung calon kepala daerah itu seperti tak peduli bahwa kurva Covid-19 di Indonesia kini sedang menanjak tajam. Satuan Tugas Covid-19 mencatat, hingga kemarin siang, jumlah kasus baru positif Covid-19 harian bertambah 3.444 orang. Secara total, 194.109 orang terinfeksi virus itu. Sebanyak 8.025 di antaranya meninggal
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang telah membuat aturan agar pasangan calon dan tim kampanye mematuhi protokol kesehatan. Namun ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 itu seperti tak bergigi. Sanksi yang tercantum jelas hanya berupa teguran. Dengan ancaman sanksi yang ringan itu, komisi pemilihan dan aparat keamanan terbukti tak berdaya menghalau massa.
Sepanjang pandemi tak terkendali, jangankan arak-arakan di jalanan, kampanye tatap muka di ruang tertutup pun bisa menjadi klaster penularan Covid-19. Agar wabah tak makin meluas, sebelum memasuki tahap kampanye, komisi pemilihan seharusnya menetapkan protokol yang lebih ketat dengan sanksi yang lebih berat. Sanksi tak cukup untuk massa pendukung yang melanggar, tapi juga harus berlaku untuk pasangan calon yang memobilisasi mereka.
Penyelenggara pemilu dan pemerintah saling lempar tanggung jawab usai banyak bakal pasangan calon Pilkada Serentak 2020 melakukan konvoi tanpa mengindahkan protokol Covid-19 saat mendaftar ke KPU, Jumat (4/9) lalu.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengklaim telah mengingatkan para kandidat untuk tak melakukan arak-arakan saat pendaftaran. Jika ada pelanggaran, Kemendagri melemparnya ke penyelenggara pemilu.
“Jika terjadi pelanggaraan, tentu KPU atau Bawaslu sesuai dengan kewenangan masing-masing akan mengambil langkah-langkah penegakan disiplin sesuai aturan,” kata Kapuspen Kemendagri Benny Irwan pekan lalu kepada CNNIndonesia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga tak sepenuhnya mengambil tanggung jawab. Komisioner KPU RI I Dewa Raka Sandi mengatakan pihaknya sedang berfokus menyelenggarakan tahap-tahap pilkada.
KPU berharap bantuan dari lembaga lain. Dewa berharap pemerintah menggalakkan protokol kesehatan agar bisa dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat.
“Selanjutnya mengenai penanganan pencegahan dan penindakan terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan menjadi kewenangan Bawaslu,” ucap Dewa.
Di saat yang sama, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengklaim belum bisa melakukan penindakan. Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar bilang pihaknya baru bisa menindaklanjuti usai paslon ditetapkan pada Rabu (23/9). Fritz berharap aparat penegak hukum bisa menindak para kandidat yang melanggar.
“Arak-arakan merupakan pelanggaran protokol kesehatan. Kepolisian dan Satpol PP yang berwenang melakukan pembubaran dan penindakan. Bawaslu terbatas kepada saran perbaikan,” ucap Fritz. (*)
Discussion about this post