PRANALA.CO, Jakarta – Vaksin produksi Biofarma dan Sinovac dipastikan siap edar awal 2021 dengan harga perkiraan Rp200.000 per dosis. Dalam sekali imunisasi, tiap orang akan mendapatkan dua dosis injeksi, sehingga bakal menghabiskan Rp400.000 per orang.
“Itu harga pengadaan, mulai dari bahan baku sampai produksi sehingga butuh biaya besar,” kata Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir dalam rapat dengan DPR, Senin (5/10/2020).
Bio Farma merupakan induk perusahaan farmasi milik pemerintah yang ditugaskan untuk menyediakan vaksin, jarum suntik, alkohol, kapas, hingga tenaga kesehatan, dalam program vaksinasi Covid-19.
Dengan harga semahal itu, masyarakat dan pemerintah agaknya perlu menyiapkan bujet ekstra. Dengan empat anggota keluarga, misalnya, satu rumah tangga memerlukan dana Rp1,6 juta untuk imunisasi.
Beban pemerintah juga bakal berat. Pemerintah telah berjanji memberikan vaksinasi gratis bagi 93 juta penduduk. Untuk itu, perlu disiapkan anggaran sedikitnya Rp40 triliun.
Patokan harga yang disebut Honesti memang belum final. Perusahaan farmasi lain sedang mengusahakan vaksin yang lebih terjangkau. Kalbe Farma, misalnya. Perusahaan swasta ini sedang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama perusahaan Korea Selatan, Genexine.
Menurut Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius, taksiran harga vaksin Kalbe -Genexine di kisaran AS $10 (sekitar Rp150.000) per dosis. “Tapi harga masih bisa berubah, tergantung pada kebutuhan investasi dan kapasitas pabrik di Indonesia,” katanya.
Berbeda dengan vaksin Bio Farma-Sinovac yang sudah masuk uji coba tahap ketiga, vaksin Kalbe-Genexine baru masuk uji klinis tahap kedua. “Jika uji klinis berhasil, sekitar pertengahan 2021 vaksin sudah bisa dipakai secara terbatas,” kata Vidjongtius menukil Lokadata.id.
Di luar itu, berbagai lembaga di Indonesia tengah mengembangkan sejumlah vaksin lain. Misalnya, vaksin Merah Putih yang merupakan kolaborasi antara BUMN Bio Farma dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Vaksin lokal ini baru akan memasuki tahap uji praklinik (uji coba pada hewan), Desember mendatang. Jika hasilnya baik, baru bisa diujicoba ke manusia pada Maret tahun depan, dan akan mulai diproduksi pada 2022 – jika lancar.
“Uji praklinik dilakukan guna mengetahui efek terhadap makhluk hidup. Jika hasilnya baik, vaksin akan diujicobakan untuk manusia,” ujar Kepala Lembaga Eijkman, Amin Soebandrio.
Selain itu, inisiatif pengadaan vaksin Covid-19 juga dilakukan melalui kerja sama Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI). Kelompok ini akan membantu distribusi vaksin untuk 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.
Pemerintah juga sudah “mengunci” pasokan vaksin dari sejumlah perusahaan farmasi besar seperti AztraZeneca, Inggris, yang telah sepakat menyediakan 100 juta dosis vaksin bagi Indonesia.
Harus disimpan dalam suhu rendah
Selain masalah pengadaan, salah satu kunci keberhasilan vaksinasi Covid-19 akan bergantung pada sistem distribusi. Dengan jumlah penduduk yang besar (265 juta jiwa) dan tersebar dalam banyak pulau, Indonesia memerlukan strategi mobilisasi vaksin yang tepat.
“Tanpa sistem distribusi yang baik, vaksin ini dikhawatirkan tidak efektif. Ini tanggung jawab holding farmasi,” kata Honesti, dikutip dari Bisnis.com.
Honesti mengaku sedang mengembangkan platform digital untuk mengawasi proses produksi hingga pemakaian vaksin. Platform diharapkan beres Desember nanti, sebelum program vaksinasi dijalankan secara nasional.
Pemerintah menargetkan vaksinasi dilakukan terhadap 170 juta penduduk, dengan target 1 juta vaksinasi per hari. Mobilisasi vaksin dalam jumlah kolosal setiap hari, dengan vial yang harus selalu berada dalam suhu rendah (2 – 8 derajat celcius), bukanlah perkara mudah.
Namun Direktur PT Kimia Farma Tbk. Verdi Budidarmo mengaku telah memiliki sarana pendukung yang sudah memenuhi standar dan protokol yang ditetapkan World Health Organization (WHO).
Menurut Verdi, distribusi vaksin akan melalui anak perusahaan, Kimia Farma Trading Distribution. “Ada 49 cabang tersebar di seluruh Indonesia dan dilengkapi cold storage,” katanya.
Vaksin produksi Bio Farma akan dikirim langsung ke Dinas Kesehatan Provinsi, untuk diteruskan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, sebelum akhirnya ke puskesmas atau posyandu. Untuk sektor swasta, Bio Farma menyebarkannya melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
(Ld)
Discussion about this post