PROTES warga atas penetapan status pasien, baik pasien dalam pengawasan (PDP) maupun positif, memunculkan isu tak sedap. Dokter dan tenaga medis dianggap mendapat keuntungan dari penetapan status tersebut.
Atas isu tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar sebagai organisasi profesi dokter angkat bicara. Lewat dr. Wachyudi Muchsin, humas IDI Kota Makassar, mengatakan bahwa isu itu disebut fitnah.
“Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus Corona. Baik itu dalam status PDP maupun positif Covid. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur,” ujar dr. Wachyudi dalam siaran persnya, Ahad, 7 Juni 2020.
IDI Kota Makassar menilai, saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah lambannya proses diagnosa terhadap Covid-19. Kemampuan laboratorium masih sangat terbatas, sehingga sampel harus mengantre untuk diperiksa. Akibatnya, hasil diagnosa baru keluar 1 hingga 2 minggu. Hal inilah kata dr. Yudi, sapaan Wachyudi, yang menjadi persoalan untuk dicarikan solusi.
Khusus kasus PDP yang meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid-19 mengambil pilihan yang dianggap lebih aman dengan memakamkan sesuai protokol Covid-19. Tujuannya, menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat. Di sini, jelas dr. Yudi, terkadang timbul persolan, karena hasil swab keluar setelah pasien dimakamkan dengan protokol. Kejadian inilah yang menjadi peringatan ke pemerintah.
Menurut dr. Yudi, ini akan menjadi persoalan baru. Lantaran, penetapan pasien Corona memunculkan stigma rumah sakit dan tenaga medis menjadikannya untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Stigma tersebut, kata dr. Yudi, bahwa setiap yang ditetapkan sebagai pasien Covid-19 maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar untuk penangannya.
“Itu semua tidak benar dan fitnah. Pertanyaannya, negara dapat uang dari mana jika ratusan juta dikalikan semua pasien Covid se-Indonesia?” kata dr. Yudi.
Ia meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi informasi tidak benar. Seperti pernyataan keluarga pasien Corona meninggal yang videonya viral. Keluarga pasien itu menyebut, rumah sakit akan menerima dana sangat besar dari Kementerian Keuangan untuk setiap pasien Covid-19 yang ditangani. Informasi yang belum tentu kebenarannya tersebut berimbas ke dokter serta paramedis.
“Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP adalah status risiko, bukan suatu diagnosis,” imbuh dr. Yudi.
Dr. Yudi meyakini, semua pihak tidak ingin bersentuhan dengan masalah Corona. Terutama bagi keluarga pasien yang meninggal. Tak hanya duka, keluarga pasien akan mendapat beban stigma dari sebagian masyarakat yang memandang Corona adalah aib.
Ketua Kempo Kota Makassar ini berkata, status PDP adalah kondisi ketika pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala mengarah ke Corona. Kebanyakan kasus Corona yang meninggal, lantaran ada penyakit bawaan sebelumnya. Karena ganasnya virus penyebab Corona, pasien meninggal sebelum swab keluar, lalu dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia ini mengatakan, proses pemakaman jenazah bukan dokteryang mengurus, namun melalui tim gugus. Seperti disampaikan Letjen Doni Monardo.
32 Dokter yang Meninggal Akibat Virus Corona
Hingga Ahad, 7 Juni 2020, tercatat sebanyak 32 dokter meninggal akibat terpapar Covid-19. Jumlah tersebut kian meninggi seiring dengan terus bertambahnya kasus penyebaran virus corona di Indonesia.
Informasi tersebut diungkapkan oleh anggota Bidang Kesekretariatan, Protokoler, dan Public Relations Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Halik Malik.
“Catatan IDI ada 32 dokter yg diketahui meninggal terkait covid-19,” kata dia.
Hikal menyebut kebanyakan dokter yang meninggal akibat Covid-19 ini justru tidak bekerja di rumah sakit rujukan khusus untuk menangani kasus Covid-19.
Sehingga dokter-dokter tersebut diduga terkena infeksi dari pasien yang tidak menunjukkan gejala COvid-19 atau Orang Tanpa Gejala (OTG) yang datang untuk berobat.
“Banyak yang meninggal di RSUD atau RS milik swasta. Ada pula di tempat praktik baik dokter umum maupun dokter ahli. Bisa jadi waktu pasien datang berobat sudah terinfeksi, tetapi tidak ada gejala spesifik,” sebut Halik.
Rupanya, hal tersebut senada dengan apa yang pernah disampaikan oleh Guru Besar FK Universitas Airlangga, Prof. David S. Perdanakusuma.
Ia mengatakan jika para dokter tersebut kemungkinan terpapar virus corona saat menangani pasien dengan diagnosa penyakit non-Covid-19.
“Hal yang sering terjadi adalah menghadapi pasien dengan diagnosis noncovid, namun tanpa diketahui juga disertai Covid-19 yang tidak bergejala,” kata David kepada Kompas.com (19/5/2020).
“Para dokter terinfeksi secara umum bukan karena tertular oleh pasien Covid-19 yang sudah diketahui, karena menghadapi pasien Covid-19 sudah ada protokol perlindungannya sehingga praktis dokter yang menangani Covid-19 jarang terinfeksi, karena sudah tahu dan waspada,” imbuhnya.
Berikut daftar 32 dokter yang meninggal karena Covid-19, berdasarkan data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI):
- Prof. DR. dr. Iwan Dwi Prahasto (Guru Besar FK UGM)
- Prof. DR. dr. Bambang Sutrisna (Guru Besar FKM UI)
- dr. Bartholomeus Bayu Satrio (IDI Jakarta Barat)
- dr. Exsenveny Lalopua, M.Kes (Dinkes Kota Bandung)
- dr. Hadio Ali K, Sp.S (IDI Jakarta Selatan)
- dr. Djoko Judodjoko, Sp.B (IDI Bogor)
- dr. Adi Mirsa Putra, Sp.THT-KL (IDI Bekasi)
- dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ (IDI Jakarta Timur)
- dr. Ucok Martin Sp. P (IDI Medan)
- dr. Efrizal Syamsudin, MM (IDI Prabumulih)
- dr. Ratih Purwarini, MSi (IDI Jakarta Timur)
- Laksma (Purn) dr. Jeanne PMR Winaktu, SpBS di RSAL Mintohardjo. (IDI Jakarta Pusat)
- Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH (Guru besar Epidemiologi FKM UI)
- Dr. Bernadette Sp THT meninggal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (IDI Makassar)
- DR.Dr. Lukman Shebubakar SpOT (K) Meninggal di RS Persahabatan (IDI Jakarta Selatan)
- Dr Ketty di RS Medistra (IDI Tangerang Selatan)
- Dr. Heru S. meninggal di RSPP (IDI Jakarta Selatan)
- Dr. Wahyu Hidayat, SpTHT meninggal di RS Pelni (IDI Kab. Bekasi)
- Dr. Naek L. Tobing, SpKJ meninggal di RSPP Jakarta (IDI Jakarta Selatan)
- Dr. Karnely Herlena meninggal di RS Fatmawati (IDI Depok)
- Dr. Soekotjo Soerodiwirio SpRad (Dosen FK Unpad, IDI Bandung)
- Dr. Sudadi, MKK, SpOK (Dosen FK UI, IDI Jakarta Pusat)
- Prof. Dr. H. Hasan Zain, Sp.P (IDI Banjarmasin)
- Dr. Mikhael Robert Marampe (IDI Kab. Bekasi)
- Dr. Berkatnu Indrawan Janguk (IDI Surabaya)
- dr. Irsan Novi Hardi Nara Lubis (IDI Medan)
- dr. Boedhi Harsono (IDI Surabaya)
- dr. Soeharno (IDI Kediri)
- dr. Amir Hakim Siregar (IDI Batam)
- dr Ignatius Stanislaus Tjahjadi (IDI Surabaya)
- dr Esis Prasasti Inda Chaula (IDI Tegal)
- dr. Hilmi Wahyudi (IDI Gresik)
Diketahui, IDI telah memiliki tim khusus yang akan menelusuri kasus kematian yang terjadi pada anggota-anggotanya. PB IDI diketahui juga sudah membentuk tim audit untuk menelusuri secara lengkap kematian dokter terkait Covid-19.
Dan guna menghentikan jatuhnya korban jiwa lagi di tenaga kesehatan, IDI mengimbau kepada masyarakat untuk menaati aturan dan protokol kesehaan yang diberlakukan Jangan beraktivitas di luar rumah, kecuali terpaksa. Jaga jarak aman dengan orang lain, sering mencuci tangan dengan sabun, makan-makanan yang sehat, dan berjemur ketika pagi agar imun tubuh terbangun. (*)
Discussion about this post