PRANALA.CO, Bontang – Musmulyadi (67), peternak ayam kampung asal Kota Bontang, Kalimantan Timur harus pasrah melihat ratusan unggas kesayangannya mati akibat virus flu burung pada Oktober lalu.
Ini bukan kali pertama ayamnya banyak mati lantaran ganasnya flu burung. Pada 2004 lalu, hal serupa pun pernah menimpanya. Waktu itu sekira 200 ayam kampung miliknya juga mati akibat terinfeksi virus flu burung yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kala itu.
“Seingat saya, dua bulan sebelum Tsunami Aceh, semua ayam saya mati terserang flu burung. Ini adalah kejadian kedua kali,” kenang pria yang akrab disapa Pak Yadi kala ditemui di rumahnya, Jalan Gamelan RT 19 No. 07 Kampung Jawa, Bontang, Rabu (18/11).
Pak Yadi memang biasa beternak ayam bangkok Vietnam. Ratusan ayamnya yang siap dijual harus mati mendadak akibat flu burung. Dia perkirakan mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. ”Waktu itu saya sudah pasrah. Tapi, karena hobi saya dari dulu memelihara ayam, saya tidak kapok memelihara ayam lagi. Malah sekarang kena lagi 150 ekor ayam saya mati lagi,” urainya.
Pria yang kerap disapa Pak Yadi Batako itu diketahui sudah bertenak ayam pada 1967 saat masih tinggal di Blitar, Jawa Timur. Hobinya tak bisa hilang sampai dia merantau ke Bontang pada medio tahun 1980-an.
Selama ini ayam ternak miliknya dia jual dengan harga bervariasi. Tergantung berat dan kualitasnya. Dia patok mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per ekor. Pembelinya pun kebanyakan dari luar Bontang. Mulai Samarinda, Balikpapan, Kutai Timur. Bahkan sampai dari Pulau Jawa.
“Memelihara ayam ini, selain dijadikan hobi, saya jadikan bisnis juga. Hasilnya cukup menjanjikan,” sambungnya.
Dia pun hanya berharap virus flu burung yang tengah menimpanya ini dapat segera berlalu. Sehingga dapat bertenak ayam kembali. Kini ayamnya pun tersisa 5 ekor. Itupun berkat dia ungsikan ke tempat lain agar tidak tertular flu burung menyerang.
[bud]
Discussion about this post