pranala.co – PT Pertamina (Persero) melalui Badak LNG baru-baru ini hadir dengan inovasi LPG Production Booster System (LPBS) di Bontang, yang dapat menghasilkan produksi LPG melebihi target sebesar 200%. Hal ini pun menjadi bukti perusahaan tidak berhenti untuk berinovasi.
President Director & CEO PT Badak NGL, Gema Iriandus Pahalawan mengungkapkan, lahirnya inovasi ini mulai dipelajari sejak 2017, sebelum akhirnya mulai beroperasi pada Desember 2021.
“Selepas 2017 terjadi perubahan kualitas partikel makin sedikit bahkan mendekati nol sebagai komponen LPG, sehingga akhirnya harus impor dan ini tentu tidak diharapkan pemerintah,” jelas Gema mengutip CNBC.
Gema menceritakan, dalam menelurkan inovasi tersebut, seluruh engineer di Bontang mencoba dan melakukan riset, serta menciptakan alat, yang diberi nama LPG Production Optimize (LPO). Siapa sangka, produksi yang dihasilkan jauh lebih besar dari yang diharapkan sehingga diganti menjadi LPBS.
“LPBS ini bisa mengambil LPG yang tadinya tidak bisa diambil dan bisa jadi LNG. Ditambah lagi, dari target 300 m3/hari untuk kebutuhan injeksi ke operasional, sekarang sudah dapat 600 m3/hari,” jelas Gema.
Dia juga menegaskan manfaat dari inovasi ini bisa dirasakan dari hulu ke hilir. Satu diantaranya adalah kebutuhan LPG yang aman, dan bisa memenuhi permintaan customer.
Selain itu, komplek perumahan Badak LNG di Bontang juga kini sudah menggunakan LPG dari produksi tersebut. Oleh karena itu lanjut Gema, ke depan pihaknya akan terus melakukan penjajakan agar LPBS ini bisa bermanfaat bagi perusahaan lain minimal, perusahaan yang ada dalam lingkungan Pertamina Grup.
“Kami juga berharap perusahaan lain yang beroperasi di Indonesia bisa menggunakan ini, bahkan perusahaan di luar negeri, seperti Brunei LNG dan Malaysia LNG. Sudah kami sampaikan bahwa kami memiliki teknologi dan mengajak kerja sama untuk memanfaatkannya,” kata Gema.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi SDA, Sampe Purba mengapresiasi inovasi yang dihasilkan PT Badak NGL. Menurutnya Badak LNG memperlihatkan jiwa profesionalisme dan entrepreneurship serta tidak mengeluh.
“Tidak ada keluhan dan mereka menciptakan dan memanfaatkan teknologi dengan orang-orang yang profesional. Surplus ini bukan hanya bisa dinikmati oleh korporasinya, namun juga pemerintah, dan juga berarti masyarakat,” tegas Sampe.
Menurut Sampe, jika hal ini dilakukan secara konsisten dan kontinyu maka akan ada surplus dalam ketahanan energi Indonesia.
“Berarti ada surplus yang bisa disebut ketahanan energi kita, dan ketahanan operasional korporasi, dan memastikan ketersediaan LPG untuk domestik. Ini kabar baik di tengah suasana yang saat ini tidak mudah kita hadapi, apalagi LPG dan gas adalah salah satu medium tepat bagi renewable energi,” pungkas Sampe. (*)
Discussion about this post