pranala.co – Komisi II DPR RI membentuk panitia kerja evaluasi dan pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pengelolaan lahan (HPL). Pembentukan ini menyusul banyaknya aduan masyarakat tentang penyalahgunaan hak tersebut.
“Panja ini dibentuk karena kami banyak mendapatkan aduan, banyak sekali dampak diterbitkannya HGU, HGB dan HPL,” kata Ketua Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang DPR RI Ahmad Dolly Kurnia saat berkunjung ke Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (11/9).
Dolly mengatakan, DPR RI menemukan perusahaan di Kaltim memanfaatkan kepemilikan HGU dalam pengajuan agunan ke pihak bank. Perusahaan ini mengagunkan 160 ribu hektare lahan HGU untuk pengajuan dana triliunan rupiah.
“Salah satu yang fenomenal di Kaltim ada sebuah perusahaan yang besar kemudian mendapatkan HGU sekitar 160 ribu (hektare) tapi sekian puluh tahun enggak dikerjakan. Kemudian itu diagunkan ke bank dapat duit triliunan,” ujarnya.
Praktik kotor ini bukan hanya terjadi di Kaltim tapi juga di sejumlah daerah di Indonesia. Banyak sekali lahan HGU, lanjut Dolly kondisinya tidak digarap dan terbengkalai. Kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi daerah di mana lahan tersebut berada. Sehingga panja fokus pada lahan-lahan tersebut.
“Setelah kita cek banyak sekali bukan hanya di Kaltim tapi juga di daerah-daerah lain. Jadi tanah itu terlantar atau cuma dikerjakan sebagian sementara, hanya untuk mendapatkan HGU, agar bisa mengajukan pinjam ke bank dan segala macam, nah ini yang mau kita tertibkan,” jelasnya.
Selain digunakan untuk agunan, Dolly juga menemukan adanya perusahaan pemegang HGU menggarap lahan seluas 10 ribu hektare. Padahal luasan dalam HGU nya hanya 1 ribu hektare saja.
“Ada juga modus lainnya, di mana HGU yang diterbitkan 1000 hektare, tapi di lapangan ternyata digarap hingga lebih dari 10 ribu hektar,” paparnya.
Dikatakannya, penggarapan yang di luar luasan penerbitan HGU juga mengakibatkan penguasaan terhadap lahan-lahan milik masyarakat.
“Ini juga nanti yang berbenturan dengan hak-hak rakyat. Jadi tanah-tanah rakyat itu digarap terjadi konflik, nah ini yang mau kita tertibkan juga,” tutupnya.
Apa Beda HGU dan Hak Pakai?
Berdasarkan Pasal 28 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Lalu, apa bedanya dengan hak pakai?
HGU hanya dapat diberikan untuk keperluan pertanian, perikanan atau peternakan untuk tanah yang luasnya minimal 5 hektar, serta terhadap HGU tidak dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain namun dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.
HGU dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, kecuali untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun, misalnya untuk perkebunan kelapa sawit yang merupakan tanaman berumur panjang. Atas permintaan pemegang hak, dan dengan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 25 tahun.
Berikut beberapa hal perlu Anda ketahui tentang HGU:
Minimal 5 hektare
HGU hanya dapat diberikan atas tanah yang luasnya minimal 5 hektar. Jika luas tanah yang dimohonkan HGU mencapai 25 hektar atau lebih, maka penggunaan HGU-nya harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai perkembangan zaman.
WNI
Hak Guna Usaha diberikan berdasarkan Penetapan Pemerintah. Pihak yang dapat mempunyai HGU adalah warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Tak dimiliki asing
HGU tidak dapat dimiliki oleh orang asing dan badan hukum asing. Pemberian HGU kepada pada badan hukum bermodal asing hanya dimungkinkan dalam hal diperlukan berdasarkan undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana.
Syarat pemberian HGU
Adapun syarat-syarat pemberian HGU, demikian juga peralihan dan penghapusannya, harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut meliputi pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya, serta pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian kuat. **
Penulis: Dias Ramadani
Discussion about this post