PRANALA.CO, Tenggarong – Kabupaten Kutai Kartanegara masih memiliki beberapa Kawasan terpencil dan terisolir. Selain tak memiliki akses darat, Kawasan terisolir itu sangat jauh dari jaringan listrik milik PLN.
Sehingga untuk memenuhi rasio elektrifikasi, membutuhkan perjuang ekstra keras.
Beban Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam memenuhi kebutuhan energi dasar rakyatnya semakin berat mengingat daerah ini dikenal memiliki sumber daya alam di sektor energi yang melimpah.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Kutai Kartanegara Slamet Hadiraharjo menjelaskan, pada tahun 2021 mendatang menargetkan rasio elektrifikasi mencapai 95 persen.
“Di 2020 ini, ada 17 desa di 5 kecamatan yang belum teraliri listrik jaringan PLN,” kata Slamet Hadiraharjo, Ahad (22/11).
Dengan menyisakan sejumlah desa terpencil dan terisolir itu, di tahun 2020, rasio elektrifikasi di Kutai Kartanegara sudah mencapai 90 persen. Meski demikian, dari tahun ke tahun, rasio itu semakin membesar.
“Itu adalah komitmen kita dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat,” sebutnya.
Slamet menjelaskan, pada tahun 2012 ada sekitar 31 desa yang belum teraliri listrik. Kemudian pada tahun 2017 berkurang menjadi 27 desa. Saat ini, sebut Slamet, ada perubahan kewenangan dalam mendistribusikan listrik PLN. Dulu, katanya, pemerintah daerah masih bisa memiliki kewenangan untuk membantu PLN penyedian jaringan listrik dan trafo.
“Setelah kita tidak punya kewenangan itu seluruhnya menjadi tanggung jawab PLN. Kita hanya sifatnya koordinasi, menyampaikan data soal kekurangan di mana saja,” katanya.
17 desa yang saat ini yang belum teraliri listrik, sebut Slamet, memang sangat jauh dari jangkauan PLN. Dia mencontohkan Desa Melintang di Kecamatan Muara Wis, posisinya di antara Danau Semayang dan Danau Melintang.
“Kondisi yang sama juga di Desa Muara Enggelam, Desa Menamang Kanan, Desa Menamang Kiri, Desa Liang Buaya, itu desa yang memang jauh. Artinya kalau memang PLN mau membangun jaringan memerlukan sumber daya yang besar,” katanya.
Untuk memenuhi rasio elektrifikasi, kata Slamet, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah berinovasi membuat kajian PLTS Komunal, hingga kemudian membangunnya. Karena tidak memiliki kewenangan lagi membangun jaringan listrik, hasil kajian itu kemudian ditawarkan kepada pemerintah provinsi maupun kementerian untuk ditindaklanjuti.
“Di tahun 2013 kita buat kajian, dari kajian itu kita tawarkan ke provinsi dan ke pusat, alhamdulillah di tahun 2014 dibangun di Desa Muara Enggelam,” kata Slamet.
PLTS Komunal lainnya juga dibangun di desa terpencil dan terisolir yakni di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana. “PLTS Komunal itu dibangun berdasarkan kajian kami,” tambahnya.
Hanya saja, PLTS Komunal yang dikelola mandiri oleh pemerintah desa melalui BUMDes-nya terkendala biaya perawatan. Sebab, retribusi yang dibebankan ke warga desa tidak mungkin terlalu mahal. Sehingga mereka butuh bantuan untuk mengganti baterai maupun peralatan panel surya.
“Memang saya akui, operasional PLTS Komunal itu untuk perawatan biayanya sangat tinggi. Untuk BUMDes kami minta ajukan bantuan ke kabupaten ataupun ke provinsi,” katanya.
Beberapa pengajuan sudah disetujui dan mendapatkan respon yang cepat dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Untuk PLTS Komunal terbaik pengelolaannya saat ini, sebut Slamet, dilakukan oleh BUMDes milik Desa Muara Enggelam. Bahkan inovasi pelayanan PLTS Komunal ini meraih Top 45 Inovasi Pelayanan Publik tahun 2020 dan termasuk 5 pemenang Outstanding Achievment inovasi pelayanan publik 2020 dari Kemenpan RB.
“Kami berikan hadiah baterai untuk PLTS atas prestasi itu sebagai wujud apresiasi kami sekaligus membantu BUMDes-nya untuk menambah panel surya,” kata Slamet.
[fr|red]
Discussion about this post