NARAPIDANA di Lapas Bontang bakal lebih cepat bebas di tengah ancaman wabah Covid-19. Jumlahnya mencapai 126 warga binaan Lapas Kelas II Bontang berkesempatan bebas lebih awal.
Ini disampaikan Kepala Lapas (Kalapas) Kelas II A Bontang, Ronny Widiyatmoko. Pihaknya membebaskan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pemyebaran covid-19.
“Itu berdasarkan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham,” ujarnya, Kamis (2/4).
Warga binaan yang siap dilepaskan sebanyak 75 orang, terdiri dari 51 napi dari Kutim.dan 24 dari Bontang. Sementasa sisanya akan dilepas secara bertahap, jika data telah lengkap,” jelasnya.
Misal, untuk pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi, mereka harus menjalani 2/3 masa hukuman, dengan rentang waktu hingga 31 Desember 2020.
Sementara warga binaan di bawah umur, harus menjalani setengah masa hukuman. Narapidan yang masuk skala prioritas, yakni berusia 50 tahun ke atas. Hal tersebut mengingat mereka lebih mudah terpapar virus.
Kendati demikian, pembebasan tersebut tak berlaku bagi narapidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, kejahatan trans nasional terorganisasi dan terorisme.
Pemerintah Hemat Rp 260 Miliar
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan, negara menghemat sebesar Rp 260 miliar dari pembebasan 30 ribuan narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi.
Pembebasan itu sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran dan penularan Coronavirus Disease (Covid-19).
“Nominal tersebut merupakan hasil penghitungan dari 270 hari (April-Desember) x Rp32 ribu biaya hidup (makan, kesehatan, pembinaan, dan lainnya) dikalikan 30 ribu orang,” ujar Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produkasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Junaedi, melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4).
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho, puluhan ribu narapidana atau anak tersebut akan diusulkan asimilasi dirumah serta mendapat hak integrasi berupa pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti besyarat.
Terutama bagi mereka yang masa dua per tiga pidananya jatuh pada 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020. Napi yang mendaptkan asimilasi dipastikan tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2019 yakni kasus terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi warga negara asing dan bukan warga negara asing.
Berdasarkan sistem database Pemasyarakatan tanggal 29 Maret 2020, narapidana atau anak yang diusulkan mendapat asimilasi dan hak integrasi terbanyak berasal dari provinsi Sumatera Utara sebanyak 4.730 orang, disusul provinsi Jawa Timur dengan 4.347 orang, serta provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4.014 orang.
“Langkah ini diambil sebagai upaya penyelamatan terhadap narapidana atau anak di Lapas/ Rutan/ LPKA sebagai institusi yang memiliki tingkat hunian tinggi serta rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19,” terang Nugroho.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengeluarkan keputusan tentang pengeluaran dan pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi
Dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, tertulis pengeluaran Narapidana dan Anak melalui asimilasi harus dilakukan dengan berbagai ketentuan.
Tertulis dalam Kepmen tersebut, mereka yang bisa mendapatkan program ini yakni narapidana yang dua per tiga masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; dan narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsidair dan bukan warga negara asing.
Selain itu, asimilasi dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, Kepala LPKA dan Kepala Rutan. Asimilasi dilakukan berupa pembebasan narapidana dan anak melalui integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas) juga dilakukan dengan sejumlah ketentuan.
Adapun yang termasuk adalah narapidana yang telah menjalani masa pidana; anak yang telah menjalani setengah masa pidana; serta narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsidair dan bukan warga negara asing. (nz/ma)
Discussion about this post