PRANALA.CO, Samarinda – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim, dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Balikpapan Mengutuk keras tindakan represif oknum polisi kepada kelima wartawan Samarinda, Kamis (8/10/2020) malam.
Ketua PWI Kaltim Endro S Effendi melalui Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin menyesalkan adanya tindakan represif oknum polisi kepada awak media saat tengah meliput.
Ia memaksa kepada Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman untuk mengusut kasus Kamis malam tersebut. Sekaligus memberikan hukuman kepada anggotanya yang melakukan tindakan kekerasan kepada wartawan saat peliputan berlangsung.
“PWI mengutuk atas tindakan represif anggota polisi kepada kelima wartawan yang meliput aksi. Kami meminta Kapolres mengusut dan menindak anak buahnya terhadap intimidasi kepada wartawan,” ucap Abdurrahman Amin saat menemui ke 5 wartawan di jalan Mawar Samarinda Jumat (9/10/2020).
Sementara itu ketua IJTI Kaltim Amir Hamzah turut prihatin tindakan represif aparat yang telah mencederai para wartawan. “Kami perihatin kepolisian yang telah mengganggu tugas para wartawan, sebab para jurnalis di lindungi UU pers saat meliput,” ujar Amir Hamzah.
Serupa, Ketua AJI Balikpapan, Devi Alamsyah menyoroti aksi kekerasan dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis oleh aparat kepolisian di Mapolresta Samarinda, Kamis (8/10) malam.
“Jika terbukti bersalah, kami mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materiil dan fisik para korban,” jelasnya.
AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
“Aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindakan kekerasan,” imbuhnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya Lima orang wartawan menjadi target represif oknum kepolisian saat meliput peristiwa demo besar-besaran kemarin. Kelima wartawan tersebut yaitu Samuel Gading (lensaborneo.id), Yuda Almeiro (idntimes.com), Apriskian Sunggu (Kalimantan TV), Mangir Titiantoro (Disway Kaltim), dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim) menjadi korban tindakan represif oknum kepolisian.
Dari keterangan resmi yang didapat Kelima wartawan ini mendatangi kantor Polresta Samarinda Pukul 22.00 wita. Mereka mendatangi kantor Polresta dikarenakan adanya 12 peserta aksi diamankan oleh polisi.
Kemudian saat tiba di lokasi kejadian, terjadi kericuhan antara mahasiswa dan 12 peserta yang diamankan Polisi. Sebab para mahasiswa meminta belasan pendemo yang diamankan segera dibebaskan.
Namun keadaan semakin memanas dan tak terkendali. Sehingga Polisi pun menghamburkan masa dan mengejar salah satu yangbdi duga sebagai provokasi. Kondisi ricuh di depan mapolresta Samarinda ini membuat para jurnalis merekam kondisi terkini peristiwa tersebut.
“Tiba-tiba saja ketika merekam video. Beberapa oknum polisi mulai meneriaki ke arah wartawan. Situasi semakin panas ketika oknum polisi tersebut menuduh teman-teman wartawan membuat “framing” atau memberitakan secara tidak berimbang situasi yang terjadi ditempat,” ucap Mangir Titiantoro.
Kemudian Samuel Gading mengaku rambutnya dijambat oleh oknum Polisi berpakaian preman. Ia kemudian berteriak dan mengatakan bahwa dirinya wartawan, dan menunjukkan ID Card.
Namun oknum polisi tersebut langsung melepas jambakan dan pergi kedalam kerumunan. Sementara itu kaki Mangir diinjak oleh sepatu dan sempat ingin ditahan oleh kepolisian. Mangir mencoba merekam semua kejadian yang berlangsung saat itu. Samuel kemudian mengatakan bahwa pihak yang merekam video adalah wartawan. Namun sang polisi meneriaki wartawan tersebut dengan nada kurang menyenangkan.
“Memangnya kenapa kalau kau wartawan,” ucap Mangir saat meniru ucapan oknum polisi tersebut.
Di saat yang bersamaan, Yuda kemudian tiba-tiba saja ditunjuk oleh salah satu petugas lalu mempertanyakan urusan peliputan. Tak hanya itu dada Yuda juga ditunjuk-tunjuk dan diminta untuk memberitakan hal-hal yang baik saja.
“Kemudian kanit jatanras meminta kami untuk bertemu sebelum pulang. Namun Yuda, Samuel, Apriskian dan Mangir memilih pulang. Sementara Faisal dimintai keterangan dan bertahan di Polresta Samarinda,” ucap Yuda Almeiro.
Sementara itu Faishal Alwan Yasir menceritakan pengalaman kurang menyenangkan saat kejadian berlangsung. Ia meliput pembubaran mahasiswa di depan mapolresta Samarinda Kamis Malam.
Ketika membuat rekaman video, Faishal langsung ditanya dengan bentuk intimidasi. “saya pers,” kata Faishal sambil menunjukan identitas jurnalisnya.
Kemudian seusai itu, Faishal melanjutkan kerjanya dengan kembali mengambil video dari upaya pembubaran paksa tersebut, saat itu juga kemudian terdapat oknum kepolisian yang coba mempertanyakan identitas dia.
“Dia (oknum polisi) tanya siapa saya, aku bilang dari pers tapi dia malah tidak percaya, sambil saya perlihatkan dengan jelas identitas tersebut” ucapnya.
Setelah kejadian itu, satu per satu membubarkan diri, ketika Faishal berdiri di samping motornya dan ingin pulang, salah satu oknum kepolisian menanyakan dirinya mau kemana. “Kamu tidak hargai saya kah kok langsung pulang, ke polres dulu, begitulah kira-kira kata polisinya” sambungnya.
Selanjutnya, karena sudah dipanggil bernada ancaman, Faishal menuju ke Polres. Saat di polres tepat dihalaman samping ruang INAFIS, dan berdiskusi dengan oknum tersebut. Ternyata oknum tersebut hanya ingin bertemu dengan rekan wartawan lainnya. Setelah rekan yang lain tak kunjung datang, saya pun meminta untuk pulang.
“Aku pulang saja dulu bang, daripada dicariin, ditelpon-telpon terus soalnya,” pungkas Fahsial.
(Bud)
Discussion about this post