Pranala.co, BONTANG — Wali Kota Bontang, Neni Moernaeni, kembali angkat suara terkait layanan kesehatan di Kota Taman. Pernyataannya muncul setelah adanya keluhan warga tentang penolakan pasien BPJS oleh salah satu rumah sakit swasta di Bontang.
Keluhan itu bermula dari perbedaan penilaian antara rumah sakit dan pasien soal kondisi kegawatdaruratan. Ketidaksinkronan diagnosis membuat peserta BPJS tidak bisa langsung ditangani menggunakan jaminan. Situasi ini memicu kebingungan, bahkan kekecewaan dari warga yang merasa sudah memenuhi kewajiban sebagai peserta.
“Kita tidak ingin masyarakat yang sudah kepanasan datang berobat, malah disuruh pulang atau diminta membayar. Padahal mereka peserta BPJS dan iurannya ditanggung pemerintah,” tegas Neni, Jumat (28/11/2025).
Neni meminta Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan Bontang memperbaiki alur komunikasi. Ia juga menekankan pentingnya penjelasan yang lebih terang mengenai aturan rujukan dan standar penanganan kegawatdaruratan. Menurutnya, kolaborasi dua lembaga itu krusial demi mencegah kasus serupa kembali terjadi.
“Saya juga mengimbau masyarakat untuk memahami prosedur pemeriksaan awal di poli triase (PRIAS), agar proses penanganan bisa berjalan lebih cepat dan tepat,” ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, kunjungan pasien di fasilitas kesehatan meningkat signifikan. Kondisi ini membuat sejumlah UGD dan poliklinik kewalahan menangani lonjakan kedatangan.
Melihat situasi tersebut, Neni mendukung perluasan layanan 24 jam di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Langkah itu dinilai penting untuk mengurangi penumpukan pasien di rumah sakit dan memastikan warga tetap mendapatkan layanan medis yang layak.
“Dengan layanan 24 jam di faskes tingkat pertama, masyarakat tetap bisa mendapat akses medis tanpa harus menumpuk di rumah sakit. Ini penting untuk menjaga kualitas pelayanan,” pungkasnya. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami










