pranala.co – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami izin usaha tambang di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur. Hal ini masih berkaitan dengan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, pada Selasa (12/4), penyidik sudah memanggil sejumlah saksi untuk mendalami hal ini. Salah satunya yakni karyawan PT Prima Surya Silica, Yora.
“Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan permohonan izin usaha pertambangan di Kabupaten PPU yang salah satu izinnya mesti ditandatangani oleh tersangka AGM (Abdul Gafur Mas’ud),” kata Ali kepada wartawan, Rabu (13/4).
Selain itu, KPK turut memeriksa dua aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten PPU, Durajat dan Herry Nurdiansyah. Kepada keduanya, penyidik meminta penjelasan mengenai aliran dana kepada Abdul Gafur.
“Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka AGM dan pihak terkait lainnya dari penerbitan berbagai izin usaha di Kabupaten PPU.
Abdul Gafur bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2021-2022.
Selain Abdul Gafur, empat tersangka lain diduga sebagai penerima suap yaitu Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro; Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman; Plt. Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara, Mulyadi. Sedangkan satu tersangka diduga pemberi suap ialah Achmad Zuhdi alias Yudi (swasta).
Awal mula kasus dugaan korupsi ini terjadi saat Pemkab Penajam Paser Utara pada 2021 mengagendakan beberapa proyek pekerjaan yang ada pada Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar.
Beberapa digunakan untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Abdul Gafur diduga memerintahkan Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik.
Selain itu, Abdul Gafur diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan Bleach Plant (pemecah batu) pada Dinas PUTR.
(dm/id)
Discussion about this post