PRANALA.CO, Jakarta – PT Pertamina (Persero) membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membangun kilang bahan bakar minyak (BBM) sampai dengan 2027, yakni mencapai lebih dari US$ 40 miliar atau lebih dari Rp 566 triliun (asumsi kurs 14.158 per US$). Besarnya nilai investasi yang dibutuhkan tersebut, membuat Pertamina menyiapkan beberapa langkah untuk mencari pendanaan.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Refinery and Petrochemical Sub Holding Pertamina, Ignatius Tallulembang mengatakan beberapa upaya yang dilakukan perseroan untuk mencari pendanaan untuk investasi kilang tersebut antara lain melalui pencarian mitra strategis, pendanaan projek (project financing), pinjaman perbankan, skema Build Operate Transfer (BOT) maupun Build Lease Transfer (BLT).
“Ini semua agar pembangunan kilang ini dapat selesai sesuai dengan target yang ditetapkan,” paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia melalui program ‘Energy Corner, Squawk Box‘, Senin (14/12).
Dia mencontohkan, pada proyek kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban, Pertamina bekerja sama dengan Rosneft dan membentuk perusahaan patungan yaitu Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP).
“Selain itu, untuk proyek lainnya seperti di Petrochemical Jawa Barat, Pertamina juga menjajaki kerja sama dengan partner CPC Taiwan dan juga LG Chem,” tuturnya.
Dia mengakui, jika pembangunan kilang hanya fokus pada produk bahan bakar minyak (BBM), maka nilai keekonomiannya tidak akan maksimal. Oleh karena itu, perseroan juga akan berfokus pada produk-produk bernilai tinggi lainnya seperti terintegrasi dengan petrokimia.
“Dalam Grand Strategy pembangunan kilang, Pertamina juga akan berfokus pada produk-produk bernilai tinggi lainnya, salah satunya adalah integrasi dengan petrokimia,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, Pertamina juga memanfaatkan dukungan pemerintah seperti penetapan proyek kilang dan petrokimia sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga dalam melaksanakan proyek nantinya investor dapat memanfaatkan benefitnya.
“Benefit seperti permudahan perizinan hingga mendapatkan insentif fiskal berupa tax holiday, sehingga dapat meningkatkan nilai keekonomian proyek dan tentu akan menarik para investor,” ujarnya.
Bila proyek kilang tersebut beroperasi, maka kapasitas pengolahan dan juga produksi BBM akan meningkat menjadi sekitar 1,5 juta-1,8 juta barel per hari (bph) dan produksi petrokimia juga akan meningkat secara signifikan yaitu dari sebelumnya 1.7 juta ton per tahun menjadi 8.6 juta ton per tahun.
“Setelah proyek kilang selesai dibangun, maka kilang-kilang yang dimiliki Pertamina akan menjadi lebih kompetitif dan bahkan termasuk yang terbaik di regional,” ujarnya.
Sebelumnya, Pertamina mengungkapkan total investasi sejumlah proyek kilang baru mencapai US$ 48 miliar. Proyek ini juga untuk meningkatkan kualitas produk BBM menjadi standar Euro V dari saat ini masih standar Euro II. Proyek kilang baru ini juga ditetapkan menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berikut sejumlah proyek kilang minyak Pertamina yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional:
- Kilang minyak Bontang, Kalimantan Timur.
- Kilang minyak Tuban, Jawa Timur.
- Konstruksi tangki penyimpanan BBM, Indonesia Bagian Timur.
- Konstruksi tangki penyimpanan LPG, Indonesia Bagian Timur.
- Upgrading kilang-kilang existing/ Refinery Development Master Plan (RDMP) di Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Riau, dan Sumatera Selatan.
- Upgrading kilang existing (RDMP) dan industri petrokimia Balongan, Jawa Barat.
- Pembangunan bahan bakar hijau (green diesel/ bio refinery) revamping RU IV Cilacap, RU III Plaju green refinery, hidrogenasi CPO PT Pusri Palembang, katalis Merah Putih Pupuk Kujang Cikampek), di Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Jawa Barat. [cnbc]
Discussion about this post