PENUNDAAN renovasi Kantor Lurah Berbas Pantai pada tahun ini mendapat sorotan DPRD Bontang. Bahkan kejadian ini sudah diantisipasi sejak periode DPRD sebelumnya. Ia menilai perencanaan yang dilakukan sebelumnya bersifat tidak menyeluruh.
Ketua Komisi III DPRD Bontang, Amir Tosina menerangkan sesungguhnya saat rapat dengar pendapat dewan menekankan memang harus ada renovasi. Ternyata sudah ada perencanaan baru terdengar lahan itu bermasalah.
“Kami tekankan seharusnya pemkot selektif yang diusulkan dalam anggaran ialah lahan yang statusnya clear,” terangnya.
Politisi Partai Gerindra ini kecewa dengan pengalokasian anggaran yang akhirnya tidak terserap. Akibat dari sengketa ini. Seharusnya pemkot tidak terlalu terburu-buru dalam mencantumkan dalam batang tubuh anggaran. Apabila statusnya masih bermasalah.
“Kami akan panggil kelurahan, kecamatan, dan BPKAD untuk menanyakan masalah ini,” sebutnya.
Amir Tosina juga meminta jika nantinya putusan perkara telah dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Bontang maka renovasi harus dilakukan di tahun depan. “Artinya jika menang pemkot maka alokasi yang tahun ini digeser wajib diposkan kembali tahun depan,” urai dia.
Sebagai informasi, Pemkot Bontang harus gigit jari mengenai rencana renovasi kantor Kelurahan Berbas Pantai pada tahun ini. Pasalnya seorang masyarakat melakukan gugatan terkait status lahan ke Pengadilan Negeri Bontang.
Lurah Berbas Pantai Deden Supriyadi menerangkan kemungkinan wacana renovasi Kantor Lurah Berbas Pantai akan digeser ke tahun depan. “Tentunya pembangunan baru bisa dilakukan jika perkara ini sudah inkrah. Doakan supaya hasilnya yang paling baik dan bisa diterima semua pihak,” terangnya.
Meski demikian gugatan ini tidak berdampak terhadap aspek pelayanan. Pihak kelurahan masih membuka pelayanan kepada masyarakat di bangunan yang sudah ada.
Bahkan tidak ada upaya penyegelan di sekitar lokasi.Diketahui Pemkot Bontang sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6,1 miliar untuk renovasi ini. Konsep bangunan sesuai perencanaan ialah dua lantai.
Terdiri dari ruangan pejabat kelurahan hingga tempat pertemuan. Luas bangunan mengalami perubahan sedikit dari pondasi lama. Lokasinya pun tetap di bangunan lama. Artinya bangunan dibongkar kemudian didirikan ulang dengan desain baru.
“Berdasarkan informasi dari Dinas PUPR maka pembangunan akan dimasukkan kembali dalam tahun anggaran selanjutnya,” sebutnya.
Sengketa ini telah terdaftar di Pengadilan Negeri Bontang dengan nomor perkara 14/Pdt.G/2023/PN Bon. Penggugat menyatakan tergugat dalam hal ini Pemkot melakukan perbuatan melawan hukum.
Dia mengklaim lahan seluas 1.045,5 meter persegi itu merupakan miliknya. Dilandasi dengan surat akta jual beli tanah tahun 1982 silam.
Penggugat pun meminta pembayaran kerugian kepada tergugat sebesar Rp 2.613.750.000. Ditambah biaya kerugian materiil sebesar Rp 1 miliar. Selain itu membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000.
Mediasi pun telah dilakukan oleh hakim tetapi upaya itu tidak berhasil. Saat ini proses peradilan masih dalam tahapan pembuktian dokumen surat yang dimiliki penggugat dan tergugat. (ADS/DPRD BONTANG)
Discussion about this post