PRANALA.CO, Samarinda – Tak kurang empat jam unjuk rasa di depan gedung DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Senin (12/10/2020) berakhir buntu.
Tuntutan para mahasiswa tetap tak didengar para dewan dan pemerintah. Padahal, para demonstran ini sudah menyiapkan surat penolakan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Di dalamnya ada tiga nama. Perwakilan mahasiswa, dewan dan gubernur. Bahkan surat ini dilengkapi materai enam ribu, sebagai simbol sahih.
“Tuntutan kami tetap sama seperti unjuk rasa sebelumnya. Cabut Omnibus Law,” ujar Elga Bastian, Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Kaltim Mengugat di lokasi aksi.
Unjuk rasa hari keempat ini memang lebih damai dibandingkan Kamis, 8 Oktober 2020 lalu. Apabila hari sebelumnya ada gas air mata dan pembubaran paksa oleh aparat, kali ini massa lebih tenang. Polisi pun hanya memberikan imbauan agar tertib saat utarakan pendapat.
Bahkan dalam aksinya para peserta demo juga sempat bawa keranda jenazah sebagai bentuk matinya demokrasi. Benda itu kemudian diletakkan di depan gerbang DPRD Kaltim. Pihaknya sejak awal memang tak berniat berbuat rusuh.
Tak cukup sampai di situ, para demonstran juga menuntut presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). “Kami hanya minta perwakilan dewan untuk menandatangani surat tersebut. Kemudian berdialog bersama lantas menyepakati yang jadi tuntutan kami,” terangnya.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi sempat menemui para demonstran. Pemerintah bersedia menyampaikan aspirasi mahasiswa ke pusat. Sayangnya, saat itu tanda tangan tak diperoleh. Sebab dari dewan dan pemerintah tak ada yang bersedia memberikan tanda tangan. Mahasiswa pun akhirnya memilih bertahan.
“Kami hanya diminta menyampaikan pesan ke pusat (jadi tak ada tanda tangan),” terangnya.
Namun hingga matahari tenggelam, tak ada kesepakatan diperoleh. Mahasiswa tetap pilih bertahan di Jalan Teuku Umar, persisnya depan DPRD Kaltim. Berkali-kali petugas meminta agar massa membubarkan diri namun mereka tetap bergeming. Dan hanya duduk saja tanpa bicara apa-apa.
Padahal sebelumnya lagu buruh/tani berkumandang lantang. Tak lama kemudian keributan pecah, massa dipaksa mundur dengan gas air mata dan water cannon. Dari pengamatan media ini di lokasi aksi, puluhan polisi antihuru-hara datang menyapu jalan. Mereka berpakaian lengkap dengan helm dan tameng.
(idn)
Discussion about this post