pranala.co – Dana desa se-Kaltim dialokasikan sebesar Rp 777,27 miliar pada 2023. Angka tersebut meningkat 2,18 persen dibanding tahun ini sebesar Rp 760,29 miliar.
Alokasi dana desa 2023 di Kaltim mengalami kenaikan sebesar 2,18 persen dibanding tahun ini yang dialokasikan sebesar Rp 760,29 miliar.
“Pada 2020 hingga 2022 penggunaan dana desa difokuskan untuk penanggulangan dampak Covid-19. Namun pada 2023 difokuskan untuk pemulihan ekonomi,” kata Kepala Bidang Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan Dinas PMPD Kaltim, Sri Wartini, Senin (26/12/2022).
Sri juga menyampaikan dana desa tahun depan juga untuk peningkatan sumber daya manusia dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, tetapi tetap memperhatikan permasalahan yang masih mengemuka.
Persoalan yang masih mengemuka di desa masing-masing tersebut, yakni bisa untuk penanganan stunting, pelaksanaan kegiatan secara padat karya tunai, pengembangan ekonomi desa, penanganan bencana alam dan nonalam yang sesuai dengan kewenangan desa.
Sri menyebutkan dari alokasi sebesar Rp 777,27 miliar tersebut, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan daerah yang paling besar menerima dana desa, yakni sebesar Rp 186,9 miliar untuk 193 desa yang tersebar di 18 kecamatan.
Kemudian, Kabupaten Kutai Barat dengan Rp 156,9 miliar untuk untuk 190 desa di 16 kecamatan dan untuk Kabupaten Kutai Timur dengan nilai Rp 144,78 miliar untuk 139 desa di 18 kecamatan.
Alokasi untuk Kabupaten Paser sebesar Rp 118,4 miliar untuk 139 desa yang tersebar di 10 kecamatan, dan Kabupaten Berau senilai Rp 90,74 miliar untuk 100 desa di 10 kecamatan.
Selanjutnya, alokasi dana desa untuk Kabupaten Mahakam Ulu sebesar Rp 51,09 miliar untuk 50 desa yang tersebar di 5 kecamatan, sedangkan Kabupaten Penajam Paser Utara Rp 28,44 miliar untuk 30 desa di 4 kecamatan.
Sri juga mengatakan pengalokasian dana desa dilakukan berdasarkan formulasi dengan mengacu pada empat indikator. Pertama adalah indikator jumlah penduduk dengan bobot 10 persen. Kedua, indikator angka kemiskinan desa memiliki bobot 40 persen.
“Ketiga adalah indikator luas wilayah desa dengan bobot sepuluh persen dan yang keempat adalah indikator tingkat kesulitan geografis. Pada indikator ini juga memiliki bobot tinggi yang sebesar 40 persen,” sebut Sri. (*)
Discussion about this post