WILAYAH Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki tiga struktur sesar atau patahan penyebab gempa bumi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada tujuh kali gempa kuat. Sekali kejadian di antaranya dibarengi tsunami.
Gempa dan Tsunami Sangkulirang itu terjadi pada 14 Mei 1921. Dampak peristiwa itu menimbulkan kerusakan sedang hingga berat. Skala intensitas gempanya berkisar VII-VIII MMI. Bangunan berkonstruksi baik dan kuat sampai rusak ringan, dan bangunan yang kurang baik mengalami keretakan hingga hancur.
Bangunan tinggi seperti cerobong asap pabrik dan monumen bisa roboh dan membuat keruh air. “Gempa kuat itu diikuti tsunami yang mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai dan muara sungai di Sangkulirang,” kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG lewat keterangan tertulis, Kamis, 16 Juli 2020.
Secara geologi dan tektonik, di wilayah Provinsi Kalimatan Timur terdapat tiga struktur sesar sumber gempa, yaitu Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster. Hasil pemantauan kegempaan oleh BMKG, Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur terbukti masih aktif.
Pada peta kegempaan di dua zona sesar itu terlihat aktivitas lindunya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur. Gempa Berau yang muncul Kamis 16 Juli 2020 bermagnitudo 4,0 diduga berasal dari Sesar Mangkalihat.
Menurut Daryono, Sesar Mangkalihat merupakan salah satu sesar aktif yang patut diwaspadai di Kalimantan. Berdasarkan hasil skenario model guncangan gempa berkekuatan 7,0 dengan kedalaman 10 kilometer, sesar itu bisa mengguncang Balikpapan dengan intensitas III-IV MMI.
Getaran gempanya terasa di dalam rumah seakan ada truk yang berlalu. Pada siang hari gempa sebesar itu bisa dirasakan oleh orang banyak dalam rumah dan beberapa orang di luar rumah hingga membuat gerabah pecah dan jendela atau pintu berderik serta dinding berbunyi.
Sedangkan wilayah Samarinda dapat terdampak guncangan gempa dengan intensitas V MMI. Getaran gempanya bisa dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang. Sementara di daerah dekat sumber gempa berpotensi terjadi kerusakan tingkat sedang hingga berat.
Catatan sejarah gempa lain di Kalimantan Timur, yaitu Gempa Tanjung Mangkalihat pada 16 November 1964 bermagnitudo 5,7. Kemudian Gempa Kutai Timur pada 4 Juni 1982 (M=5,1), Gempa Muarabulan, Kutai Timur, pada 31 Juli 1983 (M=5,1), Gempa Mangkalihat pada 16 Juni 2000, (M=5,4), Gempa Tanjungredep pada 31 Januari 2006 (M=5,4) dan Gempa Muaralasan, Berau, pada 24 Februari 2007 (M=5,3).
Menurut Daryono, kejadian gempa itu bisa berulang. Sebagai upaya mitigasi bencana, wilayah yang memiliki catatan sejarah gempa merusak itu wajib membangun bangunan tahan gempa serta mengedukasi warganya soal cara selamat saat terjadi gempa. (*)
Discussion about this post