pranala.co – Kebijakan fuel card sebagai sistem transaksi pengisian BBM subsidi jenis solar, tampaknya mulai berjalan efektif mengurai bahkan menghentikan antrean truk-truk pengisi solar.
Berdasarkan pantauan Pranala.co, beberapa minggu terakhir tidak terlihat lagi antrean solar. Seperti di SPBU Kopkar PKT, SPBU Akawy, dan SPBU Kilometer 3. Hanya terlihat beberapa truk melakukan pengisian solar. Tidak tampak lagi antrean mengular di belakangnya.
Hal ini diamini Ahmad Jufri, Pengawas di SPBU Kopkar PKT. Menurutnya, tak lagi adanya antrean solar disebabkan mulai berlakunya kebijakan fuel card di seluruh SPBU di Bontang bahkan termasuk SPBU di Kilometer 8.
“Naikknya harga BBM solar bukan penyebab setopnya antrean. Stok solar pun tidak bertambah, tetap sama seperti sebelum-sebelumnya,” beber Jufri saat ditemui di SPBU Kopkar PKT, Jumat (23/9/2022).
Saat ini dengan hilangnya antrean solar, stok solar 8 kilo liter per hari sudah cukup memenuhi kebutuhan kendaraan di Kota Taman.
Bahkan menurutnya bisa lebih. Hal ini lantaran salahsatu kebijakan fuel card adalah truk hanya diperbolehkan melakukan pengisian satu kali dalam sehari.
“Fuel card sudah tepat sasaran,” tegasnya.
Kasan, salah satu sopir truk pasir juga mengaku bersyukur, saat ini sudah tidak sulit lagi mencari solar. Menurutnya, Ia tidak mempermasalahkan harga solar naik, yang penting tidak sulit lagi mencarinya. Para sopir tak perlu lagi mengantre berjam-jam, bahkan harus bermalam hanya untuk mendapatkan solar.
Menurut analisanya, ada beberapa sebab antrean solar sudah tak ada lagi. Pertama katanya, kebijakan fuel card mulai berlaku di seluruh SPBU di Bontang. Karena kebijakan ini sopir truk hanya boleh mengisi solar satu kali sehari.
Lalu yang kedua, truk-truk besar semacam fuso sudah tidak diperbolehkan lagi. Mengisi solar di dalam kota. Hanya boleh mengisi di SPBU di kilometer 8. Kemudian lanjutnya, polisi mulai melakukan razia para pengetap solar.
“Kebijakan-kebijakan itu sangat ampuh menghentikan antrean. Alhamdulillah sekarang lebih nyaman beli solar,” ujarnya sumringah. (*)
Discussion about this post