PENERAPAN Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah diberlakukan di Kota Bontang, Kalimantan Timur, mulai Senin, 18 hingga 31 Januari mendatang. Kebijakan PPKM ditempuh akibat meningkatnya kasus Covid-19 di Kota Taman.
Pada Senin hari ini saja, terdapat kasus aktif baru bertambah 20 orang. Sehingga perkembangan terkini kasus aktif sebanyak 590 orang. Sementara, jumlah pasien Covid-19 di Kota Bontang yang sembuh sebanyak 14 orang. Kendati belum melandai. Tren wilayah zona merah Covid-19 di Kota Bontang turun.
Pemberlakuan PPKM setidaknya diharapkan bisa menekan lajunya angka Covid-19 di Kota Bontang. Lalu, bagaimana pendapat para pelaku usaha atas aturan PPKM?
Seorang karyawan kedai makanan dan minuma tradisional berlokasi di Jalan MT Haryono, Sri Pujiatun (42) mengatakan, cukup memahami kebijakan pemerintah melakukan PPKM. Kendati dia sadar, omzet jualannya bisa jadi turun seperti saat pemberlakuan jam malam beberapa bulan lalu.
“Sebenarnya kalau saya jangan sampailah mengurangi omzet. Paling tidak walau dibatasi, kasih kesempatan cari uang kita ini. Kan pendapatan dari jualan ini. Semoga aja yang beli bisa beralih ke take away atau pakai ojek online,” ungkapnya.
Saat penerapan jam malam dahulu, pembeli kedainya memang tetap ada namun beralih ke ojek online. “Ini keadaan Covid gini yang kami tahu bertahan aja. Kalau saya mau nambah jam buka kan malah jadi nambah cost juga. Makanya ya begini aja yang penting bertahan,” katanya.
Serupa. Pemilik kedai kopi di kawasan Ahmad Yani, Nurmanto (27), mengatakan mau tak mau menyetujui saja kebijakan pemerintah. Pasalnya sebagai warga Bontang, dia tidak bisa juga menolak aturan.
“Ya saya setuju saja. Lah tidak bisa nolak. Padahal sampai sekarang aja usaha belum stabil,” ungkap Manto.
Di satu sisi, dia melihat usaha yang dia jalani masih berusaha bertahan, belum juga stabil. Di sisi lain kenaikan kasus memang mau tak mau mesti disikapi Pemerintah Kota Bontang dengan PPKM ini.
“Sebenarnya dilematis. Mau bagaimana lagi. Saat ini yang kita bisa hanya bertahan. Apalagi kan saya kedai atau kafe. Selama ini kan kafe begini ramai karena dine in atau nongkrong,” ujarnya.
Menurut dia pemilik usaha kafe memang mengandalkan pendapatan dari pengunjung yang biasanya nongkrong. Berbeda dari rumah makan atau warung yang bukan tempat nongkrong. Jadi meski tidak makan atau minum di tempat, akan tetap didatangi.
“Apalagi pembatasan jam malam kan. Ya pasti pengunjung tidak bisa lama. Ini pengaruh lah ke pendapatan. Kadang orang bisa milih tidak jadi nongkrong karena tidak bisa dine ini,” terangnya.
Sementara salah satu warga Tanjung Laut, Heriani (23) yang sehari-hari bekerja kantoran mengaku menurut saja aturan pemerintah. Ia berharap ada pengaruh pembatasan pada penurunan kasus Covid-19. Heriani khawatir dengan keadaan peningkatan kasus corona di Kota Bontang.
“Kalau begini kan lebih banyak work from home (WFH) kita. Apalagi jam malam dibatasi. Semoga saja dengan dibatasi ini angka kasusnya turun, karena itu aja yang penting ya,” ungkapnya.
Sementara Jailani (29) warga kawasan Bontang Baru juga sepakat dengan adanya pembatasan. Namun selama masa PPKM ini ia berharap pemerintah juga memasifkan testing, tracing dan treatment (3T).
“Karena dengan begitu jika ada kasus bisa segera ditemukan selama pergerakan orang kan dibatasi. Sehingga penanganan medis bisa cepat dan jangan menunggu kasus naik lagi,” tutupnya.
[id]
Discussion about this post