BONTANG, pranala.co – Kota Bontang, Kalimantan Timur memang tak pernah sekalipun menerbitkan izin penambangan tanah yang masuk dalam kategori Galian C. Pun ada, itu jadi kewenangan provinsi.
Namun, ada 300-an sopir truk menggantungkan hidupnya dari memuat tanah urukan itu. Diangkut ke tempat konsumen, lalu dapat upah. Agar bisa bertahan hidup dan asap dapur mengepul. Galian C memang ilegal di Bontang, lalu bagaimana nasib sopir pasca-ditutupnya ‘lahan rezeki’ mereka di Jalan Flores, Bontang Barat itu?
Ketua Persatuan Leveransir Bahan Bangunan Bontang (PLBB), Saripuddin mengaku hanya bisa pasrah. Termasuk, 312 sopir tergabung di PLBB pun sama. Dia mengaku, organisasi para sopir truk yang diketuainya, PLBB sudah mengangkut tanah dari lokasi itu selama lebih 40 tahun lamanya.
Kondisi seperti ini, pandemi Corona akan sulit mencari lembaran rupiah. Penambagan tanah di Jalan Flores satu-satunya lokasi dia dan ratusan rekannya menggantungkan nasib.
“Di tengah pandemi corona kami semakin kesulitan, kasihan anak istri di rumah,” ujar Ical, biasa disapa, kepada Pranala.co saat dihubungi, Rabu (13/5) petang.
Tak hanya sopir truk. Ical bilang, penutupan penambangan di Jalan Flores juga berimbas kepada tukang atau buruh bangunan di Bontang. Sebab, tanah diangkut dari lokasi tersebut, kebanyakan diperuntukkan sebagai timbunan rumah ataupun bangunan lain di Bontang.
Sebait harapan pun dia lontarkan. Ical mewakili ratusan sopir truk berharap, mereka bisa mendapat solusi pasca-penutupan galian C. Sebab, ekonomi di Bontang kian sulit ditengah pandemi corona ini.
“Saya perkirakan sekira 2 ribuan tukang ataupun buruh bangunan tidak bisa bekerja karena tidak bisa mendapat pasokan tanah dari kami. Saya harap pemerintah bisa mnenghadirkan solusi bagi kami,” pintanya. **
Discussion about this post